Thursday, March 8, 2012

Fullday school…antara [ + ] dan [ - ]

siswa fullday school
Beberapa tahun terakhir muncul beberapa sekolah yang menerapkan sistem fullday scholl terutama sekolah islam dengan sekolah islam terpadunya. Terutama di jejang sekolah dasar, hamir di setiap kabupaten di eks karesidenan Surakarta memiliki sekolah fullday. Siswa mulai belajar dari pagi sampai pada sore hari antara jam 14.00 – 16.00 WIB. Hal ini tentunya sangat membantu untuk orang tua yang bekerja sampai sore hari. Karena mereka bisa tenang bekerja dan anak-anak mereka bisa berangkat bersama dan pulang bisa dijemput bersamaan dengan jam pulang kerja orang tuanya. Dibandingkan dengan sekolah umum yang pulang lebih awal tentu orang tua lebih tenang ketika mereka meninggalkan anak di sekolah yang memberikan pengawasan dan pendidikan fullday.  Sekolah fullday menawarkan berbagai program unggulan diantaranya outbond tiap semesternya, camping, motivasi, market day dan masih banyak lagi program lain yang ditawarkan fullday school. Hal ini tentunya akan menarik orang tua untuk  bisa memasukan ke sekolah unggulan. Mereka berharap anaknya memiliki kemampuan yang sesuai dengan program yang ditawarkan. Walaupun biaya yang dikeluarkan selama di sekolah tersebut lebih mahal dibanding dengan sekolah umum, hal itu tidak mengendurkan semangat orang tua yang memasukkan anaknya kedalam sekolah fullday.
       Sekolah islam yang seperti tersebut diatas memberikan banyak keuntungan, tidak hanya dari sisi akademik saja. Selain sisi akademik tentunya juga memberikan pendidikan dalam bidang akhlak secara lebih intensif karena berusaha menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan sekolah. Fasilitas yang ada memberikan kemudahan orang tua dan anak dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, mulai dari les privat, mobil antar jemput, sms gate way, makan siang dan masih banyak lagi fasilitas yang mendukung dibanding sekolah umum.
          Tetapi nggak ada yang sempurna di dunia ini, begitu juga dengan sistem fullday school. Mungkin secara akademik anak-anak yang bersekolah di fullday school lebih baik nilainya dibanding dengan anak yang berada di sekolah umum, hal ini dikarenakan jam belajar yang lebih lama, guru yang memiliki kompetensi dan fasilitas yang sangat mendukung. Kebetulan saya mengajar di salah satu sekolah dengan sistem fullday school. Program dalam sekolah berupaya untuk  menjadikan anak  takwa, cerdas dan mandiri. Dari pengamatan saya dan diskusi dengan beberapa teman titik lemah pada fullday school adalah ketika anak berada di luar sekolah (lingkungan rumah). Dalam beberapa kesempatan saya bertanya kepada anak-anak, taruhlah namanya Difag yang kebetulan saya sebagai wali kelasnya. “Apakah kamu sering bermain dengan tetanggamu Fag?”. Ia menjawab kalau sangat jarang bermain dirumah dengan anak  di lingkungan sekitarnya. Di lain kesempatan saya menanyai seluruh siswa dalam kelas saya untuk menyebutkan nama teman dilingkungan sekitar dimana mereka sering bermain sehari-hari. Dan hasilnya mereka rata-rata hanya mampu menyebutkan 5 - 7 anak saja. Sungguh ironis memang, dalam dunia anak yang merupakan dunia bermain, anak-anak tidak memiliki teman dalam lingkungan sekitarnya. Mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal itu, diantaranya adalah waktu belajar yang relatif lama di sekolah sehingga mereka tidak sempat lagi untuk berbaur dan bermain dengan anak-anak di lingkungan sekitarnya. Faktor yang lain bisa jadi karena mereka terlalu capek untuk bermain dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini jelas berdampak kepada kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi dalam lingkungan masyarakat.
         Ada sebuah cerita dimana ada seorang anak yang bersekolah di salah satu SDIT di kab Sragen mengalami sebuah kecelakaan ketika berlibur ke Jogja. Sehingga menyebabkan anak tersebut mengalami koma dan harus dirawat dalam ruang ICU. Dalam keadaan itu ia mengigau dan memanggil nama ustadz/zah yang mendampinginya belajar setiap hari mulai dari pagi sampai dengan siang hari. Ustadz/zah yang menjadi tempat mengadu ketika ia diganggu temannya. Ustadz/zah yang menjadi tempat bertanya ketika ia menemui kesulitan selama disekolah.  Dari cerita diatas sangat tergambar jelas bahwa kedekatan anak dengan orang tua terkalahkan dengan kedekatan mereka dengan guru (ustadz/zah). Anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah dan bersama dengan guru dibandingkan dengan orang tua. Mulai dari jam 07.00 – 14.00 mereka selalu berinteraksi dengan guru, sedangkan dengan orang tua?. Dari beberapa pengamatan kami, waktu efektif orang tua bersama anak hanya beberapa jam saja. Setelah asar, ba’da magrib dan maksimal sampai jam 9 malam. Itupun jika orang tua mau mendampingi anak dalam beraktifitas atau dengan bahasa lain orang tua mampu meluangkan waktu untuk beinteraksi dengan anak-anaknya. Karena bisa jadi orang tuapun membawa pekerjaan kantor untuk diselesaikan di dirumah, jelas hal ini akan mengurangi waktu mereka berrsama anak-anak. Secara psikologis anak sangat menginginkan dekat dengan orang tua.
        Saya pernah mendapatkan pertanyaan dan pernyataan dari orang tua murid berkenaan dengan kepatuhan anak  kepada orang tua dibandingkan dengan kepatuhan mereka kepada ustadz/zahnya.  Beberapa wali murid menyatakan bahwa anak cenderung lebih patuh kepada gurunya di banding dengan orang tua. Anak-anak akan mematuhi ustad/zahnya ketika di suruh untuk mengerjakan sholat, belajar dan kegiatan yang lainnya, berbanding terbalik ketika diperintah oleh orang tuanya. Kelemahan orang tua yang sering kami jumpai adalah mengatas namakan guru untuk memerintahkan anaknya. “Kalau kamu nggak mau belajar tak bilangin ustadz/zah lho” atau “kalau kamu nggak sholat tak bilangin sama ustadz/zah lho”.
Dalam pendidikan di rumah, kedekatan antara orang tua dengan anak mutlak harus terpenuhi. Karena tanpa kedekatan akan sulit untuk membentuk kepribadian anak ketika dirumah. Maksimalkan waktu minimal kita untuk berinteraksi dengan anak dan selalu berkomunikasi dengan mereka agar peran kita sebagai orang tua tidak tergantikan oleh orang lain. Kenapa anak lebih sulit diatur ketika dirumah?. Pernah saya menanyakan hal ini kepada seorang pembicara, kata kuncinya berada di “aturan, budaya atau kesepakatan”. Ketika berada di sekolah anak memiliki peraturan yang harus dipatuhi dan bersifat pasti, jika mereka melanggar kesepakatan itu ada konsekwensi yang harus diterimanya. Buatlah aturan yang tegas dalam keluarga untuk dipatuhi anggota keluarga dan ada konsekwensi yang harus diterima jika kesepakatan itu dilanggar. Paling tidak buatlah suasana di rumah mirip dengan suasana di sekolah dalam hal pembuatan kesepakatan.
“Suatu malam ba’da Isya’ HP saya berdering, saya segera menghampiri dan ternyata ada orang tua wali murid yang menelpon saya. “Ada apa malam-malam begini telp saya?” dalam benak saya. Ternyata  menanyakan apakah besok ada ulangan? Apakah besok ada PR?. Huft…saya berpikir kemana kemandirian dan perhatian anak ketika saya mengumumkan ada PR dan mengumumkan ulangan?. Mereka seakan mempermudah dengan cukup telp ketika hendak belajar, berrtanya tentang tugas lah, ulangan atau hal-hal lain yang sebenarnya sudah diinformasikan kepada mereka ketika di sekolah. Mereka sering dimanjakan dengan fasilitas yang ada. Sehingga berpengaruh kepada kemandirian mereka, maklum lah mereka kebanyakan berasala dari keluarga yang cukup berada, apapun yang diminta akan dikabulkan. Hal ini mungkin salah satu penyebab anak sering “nggampangake” urusannya. Hal ini berbeda dengan keadaan disekolah umum yang hanya berjarak dekat dengan teman sekolah atau dengan gurunnya. Mereka bisa dengan mandiri mencari ketempat teman atau gurunya dengan mendatangi rumahnya.
Sekali lagi tidak ada yang sempurna, baik sekolah fullday maupun sekolah umum yang jelas pendidikan di rumah adalah yang utama dengan orang tua sebagai gurunya. Setiap lembaga pendidikan pasti bertujuan untuk mendidik anak mereka menjadi anak yang berpengetahuan dan berakhlak mulia untuk menghadapi masa depannya. Setiap lembaga pendidikan pun tak mungkin lupet dari masalah dan kesalahan, akan tetapi yang perlu kita yakini semua pasti ada jalan keluarnya. Falam fullday school yang perlu diperhatikan adalah kerja sama antara pihak sekolah dan keluarga untuk mengatasi masalah yang timbul sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

No comments:

Post a Comment

Hamzah bergaya dengan burung hantu