Di salah satu sekolah dasar Islam, ketika pergantian jam pelajaran ke tiga terdengar suara anak-anak tertawa dan bersorak meriah. Saya penasaran dan pengin melihat apa yang sebenarnya terjadi. Saya terkejut, kaget dan prihatin melihat beberapa siswa kelas 6 sedang “kucingan”, satu orang yang ingin merebut bola dan yang lain melemparkan kesana kemari agar bola tidak bisa direbut. Seandainya itu dilakukan sesama anak kelas 6, dan yang menjadi “kucing” juga kelas 6 hal itu sih masih wajar. Akan tetapi kali ini yang menjadi “kucing” adalah seorang guru olah raga. Mereka [siswa kelas 6] mempermainkan guru mereka yang meminta bola karena lapangan mau dipakai untuk pelajaran olah raga. Si guru olah raga pun mengikuti permainan mereka, di kejarnya bola yang dilempar anak-anak kelas 6 dengan muka marah.
Siswa kelas 6 pun seakan menikmati perbuatan mereka mempermainkan sang guru. Mereka semua tertawa, bahkan ada yang berkata, “udah-udah ntar nangis lho…!!!”. Dengan perjuangan penuh amarah, akhirnya bola tersebut mampu direbut oleh Pak Guru OR. Bola dipecah dengan cara diinjak dengan satu kaki, percobaan pertama gagal. Siswa kelas 6 tambah nenertawakan Pak Guru OR, percobaan kedua menggunakan 2 kaki, akhirnya berhasil meledakkan bola tersebut. Suasana menjadi tegang, Pak Guru OR sambil berteriak menyuruh anak kelas 6 untuk berkumpul. Nampak diwajahnya menahan amarah karena dipermainkan oleh anak kecil. Satu persatu siswa mulai berkumpul dan Pak Guru OR berteriak-teriak memarahi mereka. Jantung mereka berdegup kencang, menjadi terdiam tanpa ada sepatah katapun terucap. Mereka tidak berani menatap kedepan, hanya menundukan pandangan ke bawah.
Sebuah kejadian yang cukup memprihatinkan yang saya lihat dalam dunia pendidikan. Sebuah karakter luhur berupa kesopanan dan tata krama yang sudah mulai terkikis dan terlupakan. Itulah gambaran kecil dunia pendidikan di Indonesia. Nampaknya sudah mulai di lupakan oleh mayoritas sekolah hal yang paling penting dalam pendidikan, yaitu pendidikan moral. Saya masih ingat dahulu ketika saya masih SD ada pelajaran PMP [Pend Moral Pancasila] yang sekarang menjelma menjadi PKn [Pend Kewarganegaraa]. Bernegara tapi tidak bermoral apalah artinya?. Menurut pandangan saya sekolah yang paling tepat untuk saat ini adalah sekolah berdasarkan agama, pondok pesantren atau paling tidak sekolah Islam lah.
Tidak ada yang bisa mengalahkan kehebatan sekolah di lingkungan keluarga dan masyarakat. Karena mereka secara langsung akan mendapatkan pengalaman hidup, itulah sekolah yang sebenarnya. Dalam pembentukan karakter, sesungguhnya lingkungan keluarga yang memiliki peranan terbesar. Bukan di sekolah. Seperti kasus diatas, walaupun mereka sudah di didik dengan berbagai program namun masih saja ada anak yang “error” dan karakter yang belum terbentuk padahal sudah akan meninggalkan sekolah. Yang lebih berbahaya lagi kalau pihak sekolah menganggap hal itu merupakan masalah kecil, tidak ada pembicaraan khusus, dan tidak ada evaluasi untuk menghindari hal diatas terulang lagi. Kenapa hal itu bisa terjadi??. Karena pendidikan sekarang lebih terobsesi pada bidang akademik. Sehingga karakter peserta didik terkesampingkan [memiliki porsi lebih kecil]. Padahal lingkungan kita sudah begini parahnya.
Bangun karakter anak kita dari sebuah gubuk cinta dan kasih sayang.
Bangun karakter mereka dengan belaian lembut bukan dengan teriakan.
Bangun karakter mereka dengan komunikasi, bukan menghakimi.
Pilihkan tempat belajar yang ber obsesi pada nilai Islami.
Pilihkan lingkungan bermain yang manusiawi.
No comments:
Post a Comment