Thursday, March 15, 2012

Sekolah antara orientasi [proses] dan [hasil]

bajaj "beproses" transformer
Untuk mempersiapkan anak dalam menghadapi UN tahun ini, sekolah kami memiliki berbagai  macam program, mulai dari mabit, jam tambahan pagi dan siang, subuh call dan pendampingan anak kelas 6. Kebetulan saya menjadi salah satu bagian dalam mendampingi siswa untuk melakukan sharing dan  memotivasi mereka. Di sebuah kesempatan secara akademik mereka mengalami sedikit penurunan, mungkin karena tervorsir dengan soal-soal oleh guru pendamping mapel sehingga nilai mereka justru mengalami penurunan. Kemudian saya mencoba bertanya kepada kelompok saya, ada satu jawaban yang membuat saya agak sedikit heran. Ketika saya bertanya, “Kenapa nilaimu turun?”, Ia menjawab “Takdir ust…!!!”. Namanya juga anak-anak, jawaban yang cukup kreatif dari mulut seorang anak. Nggak tahu dia mendapat jawaban itu dari mana, mungkin ia mendengar dari orang dewasa yang suka bercanda.
Dengan jawaban itu saya coba untuk menjelaskan bahwa takdir adalah ketika kita sudah berusaha dan berdo’a serta diikuti dengan tawakal kepada Allah, itu yang dinamanakn takdir. Mereka kemudian menganggukan kepala. Nah, usaha kata kunci yang kemudian saya hubungkan dengan proses dan hasil yang ingin mereka capai. Saya bertanya kepada mereka, “Ketika kalian sudah mengikuti mabit, tambahan jam pelajaran, dan kegiatan lainnya tapi hasilnya tidak sesuai dengan harapanmu apakah kalian merasa gagal?”. Mereka menjawab bahwa jika hasilnya belum sesuai dengan harapan  mereka merasa telah gagal. Mungkin inilah yang telah tertanam dalam mindset mereka, keberhasilan dinilai dari nilai akademik semata.
Mayoritas sekolah di Indonesia menitik beratkan kepada hasil. Pola pikir kita selalu di arahkan keberhasilan terletak pada hasil akhir tanpa proses yang kita ketahui. Dengan standar nilai kelulusan yang ditetapkan, banyak sekolah yang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan nilai standar tersebut. Banyak yang menggunakan cara instan untuk memenuhi kelulusan  100 persen sekolahnya. Mereka menggunakan cara yang salah dengan memberikan jawaban kepada anak didik ketika UN, bahkan pihak yang ingin memberikan kejujuran pun menjadi musuh bersama sekolah tersebut. Tahukah anda dengan kisah seorang wali murid di salah satu sekolah dasar di Surabaya yang membongkar kecurangan saat UN?. Ia justru dimusuhi oleh pihak sekolah dan mayoritas wali murid yang lainnya.
Kenapa kejadian diatas bisa terjadi?? Bisa jadi karena orientasi hanya pada “hasil”. Pinjem istilahnya bang Munif Chatib pengarang buku Sekolahnya Manusia, sekolah yang hebat salah satunya mengedepankan proses. Tentu dalam hal ini proses yang sesuai dengan nurani dan kodrat sebagai manusia, dengan kejujuran dan proses yang benar. Saya pernah membaca sebuah artikel tentang keberhasilan orang Jepang, ternyata mereka lebih mengedepankan “proses” dibandingkan dengan “hasil”. Hal tersebut dapat terlihat ketika dilakukan survei yang membandingkan mahasiswa dari Jepang dengan negara yang berkembang, hasil menurut orang Jepang berada di urutan kesekian. Yang paling penting adalah proses, selama mereka berproses dengan benar, mereka menganggap itu sebuah keberhasilan dalm menajlani sesuatu. Terlepas hasilnya memuaskan atau tidak.
Nah sekarang bagaimana dengan sekolah kita, sekolah anak kita? Sudahkah mengedepankan proses daripada hasil?. Lebih sempit lagi kita dalam keluarga, sudahkan kita mengajarkan anak kita untuk berproses sebelum mendapattkan hasil yang dicapainya??. Kita sering memberikan mereka ikan, tapi jarang kita memberikan mereka kail untuk mendapatkan ikan. Mungkin sudah saatnya kita untuk mengubah orientasi dalam mendidik, baik di sekolah maupun di rumah. Karena proses lebih banyak memberikan pengalaman kepada anak-anak kita. Sebagai contoh kita berikan anak kita sebuah ikan yang sudah matang, mereka tinggal memakannya. Bandingkan jika memberikan mereka sebuah pancing, kita biarkan mereka memancing di sungai atau kolam yang lebih mudah. Mereka akan menjalani proses dengan memasang umpan, bersabar sampai umpan ketika umpan dimakan pun belum tentu mereka mendapatkan ikannya kalau mengangkat kailnya tidak benar bisa-bisa ikan terlepas. Belum lagi ketika mereka mendapatkan ikan, bisa saja ikan itu tidak seperti yang diharapkan, mungkinikannya berukuran kecil [tidak sesuai dengan hasil yang diharapakan]. Berapa banyak proses yang sudah dijalaninya untuk mendapatkan ikan? Berapa pengalaman yang sudah didapatkan anak kita? Itulah indahnya proses….
               Hasil               : [kamu harus juara 1]
   Proses             : [kamu harus berusaha juara 1]
Itulah gambaran antara berorientasi pada hasil dan lebih mengutamakan proses. Dalam proses, HASIL berada di belakang yang berada di depan adalah USAHA.

No comments:

Post a Comment

Hamzah bergaya dengan burung hantu