anak seorang pendidik tapi tak terdidik |
Beberapa tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2008 saya bersama rombongan
scooter boyolali mengikuti events kumpul-kumpul bareng di Salatiga. Events
berkumpulnya para scooteris dari berbagai club dan berbagai daerah Indonesia
khususnya di Jawa Tengah. Events ini juga disertai perlombaan modifikasi
scooter, original scooter, ekstrim scooter dan ada pernak pernik yang “berbau”
scooter.
Kami tiba di Salatiga malam hari sekitar jam 22.00, sok kenal sok akrab
aja sama scooteris dari daerah lain. Saya melihat seorang scooteris dengan
penampilan yang acak-acakan, tindik di bibir dan berjalan sempoyongan berbau
alkohol ikut berjoget di depan panggung
dengan diiringi musik Reggea. Mengisyaratkan bahwa dia sedang mabuk berat
karena alkohol. Setelah acara musik berkahir sekitar jam 12 malam, kemudian
kami mencari tempat untuk istirahat, kami memilih tempat di sudut stadion
Salatiga untuk beristirahat, gelar matras siap melepas lelah. Tak lama kemudian
pemuda yang saya lihat tadi berada di sebelah kami dan langsung terkapar karena
sudah mabuk berat. Ia dipapah oleh temannya yang kelihatanya masih segar [tidak
mabuk], kemudian mereka beristirahat dan mengobrol bersama kami.
Sampai obrolan kami membicarakan tentang pemuda mabuk yang tadi saya
lihat. Temannya mengatakan kalau sebenarnya ibu pemuda tadi adalah seorang
guru. Saya sempat kaget ketika mendengar nya, anak seorang guru??. Kemudian
saya bertanya, “Anak guru kok mendeman
ngene mas?” [anak seorang guru kok mabuk gini tho?]. Temannya tadi ternyata
adalah tetangganya, dia menceritakan tentang keluarga pemuda tadi. Bapaknya
seorang pengusaha sedangkan ibunya adalah seorang guru di sebuah SMA favorit.
Bapaknya berangkat pagi pulang malam dan hal itu sudah berlangsung sejak
si pemuda tadi masih kanak-kanak. Sedangkan ibunya sebagai seorang guru
teladan, dia sering kali pulang sore menjelang malam. Sementara bapak yang
seorang pengusaha sudah tidak sempat lagi mengurusi anaknya, tidak ada waktu
untuk melihat perkembangan anaknya. Si ibu, mempersiapkan pendidikan untuk anak
orang lain karena tuntutan pekerjaan sampai pada titik dimana curahan hati dan
pendidikan untuk buah hati mereka terabaikan. Anaknya lebih dekat dengan
pembantu, tetangga dan teman-teman komunitasnya.
Koreksi buat para orang tua, khususnya yang menjadi seorang guru. Kita
menjadi guru bukan hanya disekolah saja namun dimanapun kita menjadi guru. Di
masyarakat, di rumah dan dimanapun hendaknya kita ingat bahwa kita adalah
seorang guru [digugu lan ditiru]. Paling
tidak profesi sebagai guru bisa menjadi control terhadap tingkah laku kita.
Guru merupakan profesi yang cukup hebat, mendidik putra putri bangsa
menjadi orang yang bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat. Para guru
memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan yang maksimal kepada
murid-muridnya. Terutama menjelang Ujian Nasional, para guru memberikan curahan
yang luar biasa kepada murid-murid mereka, ada jam tambahan, motivasi juga
rekreasi….hehe!!!!
Sebagai orang tua, apapun profesinya mau pedagang, sopir, petani, guru,
dosen maupun professor kewajiban utama adalah mendidik anak mereka. Begitu
halnya dengan guru, kewajiban utama mereka adalah mendidik anak kandung bukan
anak orang lain yang dititipkan di sebuah lembaga yang bernama SEKOLAH. Banyak
orang tua yang lalai terhadap kewajiban yang utama yaitu mendidik anak mereka.
Orang tua merasa sudah melakukan kewajibanya jika sudah bisa mencukupi
kebutuhan anak mereka secara fisik, bukan psikologis. Mereka merasa sudah
melakukan kewajiban jika sudah memberi anak fasilitas yang memadai bahkan
melebihi kebutuhannya.
Ada seorang guru disalah satu sekolah dasar yang memberikan les privat
kepada beberapa muridnya setelah pulang sekolah, tapi justru anaknya sendiri
dimasukkan ke bimbingan belajar. Pertanyaan saya adalah, Kenapa dia tidak
memberikan privat kepada anaknya? Kenapa dia tidak mendampingi anaknya dalam
belajar? Kenapa dia justru memasukkan anaknya kedalam bimbel? Padahal ia
sendiri memberikan les privat kepada anak orang lain. Bukankah ketika ia bisa
mengajari dan mendampingi anaknya dalam belajar akan terbentuk empati, kasih
sayang dan saling pengertian diantara orang tua dan anak? Bukankah dengan
belajar bersama anaknya ia akan mendapatkan waktu yang lebih lama untuk bersama
orang yang ia cintai? Bukankan ketika belajar bersama ia akan tahu apa yang
diinginkan anaknya dan anak akan merasa di sayangi dan diperhatikan?
Sedikit pelajaran dari seorang Scooteris dari events scooter di
Salatiga. Kini saya sudah memiliki seorang putra dan bekerja sebagai sekolah
dasar full day, semoga saya bisa menjadi seorang ayah yang mendidik anak
sendiri bukan hanya mendidik anak orang lain. Semoga saya selalu memiliki waktu
untuk anak saya melebihi waktu yang saya berikan untuk anak orang lain ketika di
sekolah….Ingatkan Abi nak ketika waktumu bersama abi terkurangi!. Ingatkan Abi
nak, ketika kamu merasa kasih sayang abi terbagi dengan “anak orang lain”.
No comments:
Post a Comment