Tuesday, March 27, 2012

Ada Hikmah Di Balik Tengkurep_mu Nak...!!!

hamzah_fara 230312
Ada hikmah dibalik tengkurep_mu  nak…!!!!Alhamdulillah si Hamzah sekarang umurnya udah berjalan 4 bulan. Dalam perkembanganya hamzah udah mulai belajar tengkurep. walaupun sekarang kondisinya agak batuk, tetapi hal itu tidak menguranginya belajar tengkurep. Akhirnya sekarang Si Hamzah udah lihai tengkurepnya…hehehe. Dick Hamzah memiliki hobi baru, TENGKUUUREPPPP….!!!!!. Mungkin sudah jadi tabiatnya anak-anak nggak ada capeknya untuk mencoba hal baru dan terus berusaha. Bangun tidur ia belajar tengkurep, habis mandi tengkurep, mau tidur pun ia masih menyempatkan tengkurep. Walaupun kalau sudah kecapean dia akan menangis, saat nangis pun ketika diangkat dan di tengahdahkan dia juga marah. Semua bayi mungkin juga pernah mengalami seperti itu, jika ia menginginkan sesuatu tinggal melakukan aja, nggak peduli omongan orang lain. Mau dilarang ujung-ujungnya pasti nangis, namun kalau udah dikasih mimik juga udah tenang. Namanya juga anak-anak, nggak ada matinya….!!!
 Pelajaran Pertama yang dapat diambil dari anakku yang baru bisa tengkurep adalah tak pernah menyerah dan selalu berusaha tanpa kenal lelah. Itulah yang ditunjukan hampir semua bayi, nggak pernah capek dan lelah dalam mencoba hal baru. Mereka mau jadi Superman tinggal mengambil sarung ditalikan ke leher udah mereka jadi…hehehehe. Begitu menginjak dewasa banyak orang yang mulai meninggalkan kebiasaan untuk berusaha lebih keras dan konsisten. Apalagi di zaman yang menyuguhkan berbagai fasilitas untuk mempermudah segala sesuatu, orang akan menjadi semakin malas. Banyak yang memilih menggunakan cara instan dalam meraih segala sesuatu. Kenapa seorang bayi tak pernah merasa lelahdalam berusaha? Mungkin karena dia belum mengenal teknologi jadi masih semangat untuk selalu berusaha dalam mencoba hal yang baru.
Ketika si Hamzah belajar tengkurep banyak yang memberinya selamat, “Iya, Dick Hamzah udah pinter tengkurep. Dick Hamzah,  ayo coba terus!!!”. Ketika seorang bayi memasuki tahapan-tahapan perkembangan, orang-orang yang berada disekitarnya memuji, mendoakan paling tidak mengapresiasi tiap tahap yang di laluinya. MUngkin saat tersenyum, “Ihh, anakku tersenyum”. Saat  bisa memiringkan badan, tengkurep, merangkak, duduk dan tahapan lain orang-orang disekitarnya hampir bisa dipastikan akan memberikan apresiasi kepadanya. Paling tidak itulah yang saya amati ketika melihat orang sekitar melihat dik hamzah miring dan tengkurap [maklumlah Dick Hamzah baru bisa tengkurap].
Pelajaran Kedua yang dapat saya ambil adalah apresiasi, hargai, pujilah dan berikan dukungan kepada anak kita, tidak hanya saat bayi tetapi sampai kapanpun. Paling tidak itulah yang saya katakan kepada Uminya Hamzah, untuk saling mengingatkan agar tidak lupa memberi apresiasi kepada Dick Hamzah saat ia mampu melakukan hal baru ataupun menciptakan sesuatu. Bahasa dorongan memang sangat diperlukan oleh siapapun baik itu seorang bayi, anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua sekalipun. Karena fitrah manusia ialah ingin dihormati dan dihargai setiap hasil karyanya. Bahasa cacian dan kurang menghargai lama kelamaan akan menciptakan mental block dalam pikiranya.
Tante Dorothy Law Nolte mengatakan bahwa jika anak dibesarkan dengan kritikan ia akan belajar memaki, apakah kita rela anak kita menjadi seorang yang suka memaki??. Hargailah apa yang telah dia lakukan dan berilah dorongan agar menjadi lebih baik. Karena anak yang dibesarkan dengan dorongan ia akan belajar untuk percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian dia akan belajar menghargai.
Anak kita tergantung kepada kita bagaimana mendidiknya. Seperti yang dikatakan Nabi Muhammad SAW yang intinya “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, tergantung orang tuanya mau menjadikan ia seorang majusi, yahudi atau nasrani”.  Jelas peran orang tua adalah yang paling utama dalam mendidik anak dan menjadikan anak sesuai dengan keinginan kita. Jika ingin anak menjadi baik tentunya kita mendidik mereka, membentuk mereka dan mendampingi perkembangan mereka harus dengan penuh kasih sayang dan cinta. Begitu juga sebaliknya.
Teruntuk anakku Hamzah_fara, engkau telah memberikan pelajaran kepada abimu cara untuk mendampingimu nak. Semoga engkau menjadi anak yang Sholih dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan itu keluarga besar kita akan berkumpul dalam jannah bersama-sama…aminnnn. Jazakumullah Nak...!!!


Monday, March 26, 2012

Sampoerna hijau…[versi tangkap nyamuk]

sampoerna hijau...
teman yang asyik...!!!!
Iklan rokok yang satu ini selalu menghadirkan sesuatu yang berbeda. Di kemas secara sederhana namun memiliki makna dibalik iklan tersebut. Kita dapat mengambil hikmah dari tayangan tersebut. Saya mencoba mengambil hikmah dari iklan ini yang bertemakan tentang nyamuk. Ciehh….sederhana gilaaa….!!!. iklannya kurang lebih begini, suatu malam ada 3 sahabat yang sedang yang sedang duduk santai di ruang tamu. Kemudian mereka melihat ada banyak nyamuk diruangan tersebut. mereka saling berpandangan satu sama lain, sambil tersenyum mereka mengambil “raket nyamuk” untuk menyerang nyamuk. Dengan gaya masing masing, aa yang bergaya ala Mission Imposible ada yang gaya seperti pemain bulu tangkis tidak mau ketinggalan bergaya ala Bruce Lee dengan menjadikan 2 “raket nyamuk” menjadi ruyung [senjata khas Bruce Lee]. Sampai pada akhirnya mereka kelelahan dan bersanadr di atas kursi, ada satu teman yang tertidur dan seekor nyamuk hinggap di jidatnya..iklan ditutup dengan tersenyumnya 2 sahabat yang melihat nyamuk di jidat temannya sambil tersenyum dan mengangkat raket nyamuk. ASYIKNYA BANYAK NYAMUK…!!!!
Sebuah iklan yang sederhana tapi menurut saya banyak makna yang bisa diambil. Salah satunya kebersamaan antara satu sama lain dalam menghadapi masalah. Mereka berjibaku dalam menghalau “nyamuk” yang bisa diisyaratkan dengan masalah yang mereka hadapi. Mereka mengeluarkan berbagai macam ekspresi dalam menghalau nyamuk dari ruang tamunya. Walaupun banyak nyamuk yang dianggap mengganggu namun mereka juga bisa mengubah gangguan itu menjadi hal yang menantang dan menggembirakan. Dalam mengusir nyamuk mereka menggunakan raket nyamuk. Bisa saja mereka menggunakan obat nyamuk bakar, oles maupun elektrik. Ternyata dengan menggunakan raket nyamuk mereka lebih ekspresif dan bisa bergembira.
Dalam kehidupan kita tidak dapat terlepas dari masalah. Mungkin masalah ekonomi, masalah keluarga, di tempat kerja dan masih banayk massalh yang kita hadapi. Namun, iklan ASYIKNYA BANYAK NYAMUK…!!! Memberikan kita sebuah pelajaran dalam menghadapi masalah.  Iklan ini memberikan seni dalam menghadapi masalah. Setiap masalah yang datang tergantung bagaimana kita menghadapinya untuk mencari solusi. Banyak sikap yang ditunjukan dalam menghadapi masalah. Ada yang seperti Wortel yang direbus, awalnya keras namun setelah direbus menjadi lunak dan lembek. Mungkin dulu kita semangat, rajin dan bahagia. Begitu ada masalah yang datang kita menjadi pribadi yang loyo dan kurang semangat. Ada yang seperti telur yang awalnya lembek, ketika dipanaskan menjadi keras. Mungkin yang dulu memiliki jiwa tenang, ramah dan sabar. Ketika mendapati maslah ia menjadi pemarah dan pemurung.
Bagaimana seni dalam memandang sebuah masalah?.  Pertama, masalah adalah guru terbaik. Om Thomas Alfa Edison menemukan lampu setelah melakukan percobaan tidak kurang dari 999 kali. Ia akhirnya berhasil menciptakan lampu yang menerangi dunia sampai saat ini. Dia dihadapkan dengan begitu banyak masalah untuk menemukan sebuah lampu. Kedua, tidak ada pelaut hebat yang diciptakan dari ombak yang tenang. Orang-orang sukses di dunia ini selalu mengawali kesuksesannya dengan begitu banyak masalah dan kegagalan. Anda tahu minuman 7up? Ternyata itu diawali dari 1up, 2up sampai 6up yang mengalami kegagalan, akhirnya di usaha yang ke tujuh berhasil menjadi merk minuman yang cukup terkenal di Eropa. Ketiga, masalah adalah sahabat yang secara emplisit menunjukan kepada kita cara yang benar.  Dengan adanya masalah kita harusnya mampu mengambil hikmah darinya. Kita bisa menemukan cara yang tepat untuk mengatasinya jika kita mneghadapai masalah yang sama.
Ada seorang hebat yang mengatakan “jangan berikan kepadaku selain masalah”
Nikmati masalah dan kegagalan yang kita alami, seperti iklan Sampoerna Hijau [Asyiknya Banyak Nyamuk]…jadikan masalah menjadi Teman Yang Asyikkk…!!!heeeeeeheeee

Wednesday, March 21, 2012

Karakter…???

Di salah satu sekolah dasar Islam, ketika pergantian jam pelajaran ke tiga terdengar suara anak-anak tertawa dan bersorak meriah. Saya penasaran dan pengin melihat apa yang sebenarnya terjadi. Saya terkejut, kaget dan prihatin melihat beberapa siswa kelas 6 sedang “kucingan”, satu orang yang ingin merebut bola dan yang lain melemparkan kesana kemari agar bola tidak bisa direbut. Seandainya itu dilakukan sesama anak kelas 6, dan yang menjadi “kucing” juga kelas 6 hal itu sih masih wajar. Akan tetapi kali ini yang menjadi “kucing” adalah seorang guru olah raga. Mereka [siswa kelas 6] mempermainkan guru mereka yang meminta bola karena lapangan mau dipakai untuk pelajaran olah raga. Si guru olah raga pun mengikuti permainan mereka, di kejarnya bola yang dilempar anak-anak kelas 6 dengan muka marah.
Siswa kelas 6 pun seakan menikmati perbuatan mereka mempermainkan sang guru. Mereka semua tertawa, bahkan ada yang berkata, “udah-udah ntar nangis lho…!!!”. Dengan perjuangan penuh amarah, akhirnya bola tersebut mampu direbut oleh Pak Guru OR. Bola dipecah dengan cara diinjak dengan satu kaki, percobaan pertama gagal. Siswa kelas 6 tambah nenertawakan Pak Guru OR, percobaan kedua menggunakan 2 kaki, akhirnya berhasil meledakkan bola tersebut. Suasana menjadi tegang, Pak Guru OR sambil berteriak menyuruh anak kelas 6 untuk berkumpul. Nampak diwajahnya menahan amarah karena dipermainkan oleh anak kecil. Satu persatu siswa mulai berkumpul dan Pak Guru OR berteriak-teriak memarahi mereka. Jantung mereka berdegup kencang, menjadi terdiam tanpa ada sepatah katapun terucap. Mereka tidak berani menatap kedepan, hanya menundukan pandangan ke bawah.
Sebuah kejadian yang cukup memprihatinkan yang saya lihat dalam dunia pendidikan. Sebuah karakter luhur berupa kesopanan dan tata krama yang sudah mulai terkikis dan terlupakan. Itulah gambaran kecil dunia pendidikan di Indonesia. Nampaknya sudah mulai di lupakan oleh mayoritas sekolah hal yang paling penting dalam pendidikan, yaitu pendidikan moral. Saya masih ingat dahulu ketika saya masih SD ada pelajaran PMP [Pend Moral Pancasila] yang sekarang menjelma menjadi PKn [Pend Kewarganegaraa]. Bernegara tapi tidak bermoral apalah artinya?. Menurut pandangan saya sekolah yang paling tepat untuk saat ini adalah sekolah berdasarkan agama, pondok pesantren atau paling tidak sekolah Islam lah.
Tidak ada yang bisa mengalahkan kehebatan sekolah di lingkungan keluarga dan masyarakat. Karena mereka secara langsung akan mendapatkan pengalaman hidup, itulah sekolah yang sebenarnya. Dalam pembentukan karakter, sesungguhnya lingkungan keluarga yang memiliki peranan terbesar. Bukan di sekolah. Seperti kasus diatas, walaupun mereka sudah di didik dengan berbagai program namun masih saja ada anak yang “error” dan karakter yang belum terbentuk padahal sudah akan meninggalkan sekolah. Yang lebih berbahaya lagi kalau pihak sekolah menganggap hal itu merupakan masalah kecil, tidak ada pembicaraan khusus, dan tidak ada evaluasi untuk menghindari hal diatas terulang lagi. Kenapa hal itu bisa terjadi??. Karena pendidikan sekarang lebih terobsesi pada bidang akademik. Sehingga karakter peserta didik terkesampingkan [memiliki porsi lebih kecil]. Padahal lingkungan kita sudah begini parahnya.
Bangun karakter anak kita dari sebuah gubuk cinta dan kasih sayang.
Bangun karakter mereka dengan belaian lembut bukan dengan teriakan.
Bangun karakter mereka dengan komunikasi, bukan menghakimi.
Pilihkan tempat belajar yang ber obsesi pada nilai Islami.
Pilihkan lingkungan bermain yang manusiawi.
Rumah adalah sekolah terhebat buat anak kita…save our kids!!!
sakinah, mawadah wa rahmah...amiiin

Monday, March 19, 2012

Anak Ku Mem "protes"….

ngambek nich yee...???
Setelah 2 tahun kami menikah, Alhamdulillah akhirnya kami diberikan amanah seorang buah hati laki-laki yang sehat. Buah hati yang sudah kami tunggu selama 2 tahun masa pernikahan kami. Kami memberikan sebuah nama Hamzah Farhan Arrosyad nama yang kami harapkan menjadi do’a baginya. Hamzah adalah paman Nabi yang gagah berani, Farhan [yang menyenangkan] Arrosyad [nama abinya, cerdas]. Sebulan berlalu, dua bulan berjalan dan bulan ketiga pun telah di depan mata.  Masalah mulai muncul seiring dengan habisnya masa cuti Umi Hamzah. Kami sama-sama bekerja disebuah sekolah Dasar Islam Terpadu, tetapi di bawah yayasan yang berbeda. Kami berangkat pagi sekitar jam 6 lebih sedikit dan pulang sampai rumah habis asar. Berat meninggalkan Hamzah, apa boleh buat kami harus melakukan dan memilih untuk tetap bekerja.  
Alhamdulillah, Allah memberikan jalan kepada kami, ada Mbah Tu namanya [tetangga kami] yang bisa merawat Dick Hamzah ketika kami bekerja. Mbah Tu sudah memiliki seorang cucu yang berumur sekitar 1,5 tahun. Alhamdulilah Mbah Tu sangat menyayangi Dick Hamzah, karena cucunya yang namaya Khansa juga masih kecil jadi menganggap dan memperlakukan Dick Hamzah sama dengan cucunya. Biasanya anak kecil akan cemburu kalau orang dekatnya mengasuh anak yang lain, berbeda dengan  Khansa. Ia bisa menerima Dick Hamzah bahkan seakan menganggapnya sebagai adik kandungnya. Sering ia membantu untuk mengambil celana, baju atau yang bisa dilakukan anak 1,5 tahun. Karena kami pulangnya jam 3, biasanya Ibu [nenek Hamzah] yang kebetulan mengajar sebuah SD yang berada tepat di depan rumah jika sudah pulang dari sekolah langsung menjemput Hamzah untuk diajak pulang. Kalau SD Negeri hanya samapi jam 12 saja.
                Sekarang dick hamzah sudah berumur 4 bulan. Pada suatu hari kami pulang agak sore, kami sesampai dirumah Dick Hamzah udah dimandikan mbah putri. Umi Hamzah kemudian mandi dan menyusuinya. Sedangkan saya harus membereskan tugas terlebih dahulu  merawat sapi dan memberi makan bebek yang berada di kandang belakang. Setelah selesai dan mandi kemudian saya menuju Dick Hamzah pengi bermain bersama [selain untuk mendekatkan dengan anak juga bisa buat obat penat], namun sayang Dick Hamzah sudah tertidur dengan pulas. Sampai pagi hari saya tidak sempat bermain dengan anak kesayanganku.
                Di pagi harinya, biasanya Dick Hamzah bangun waktu adzan subuh, pun hari ini. Kemudian saya bergegas kemasjid  untuk melakukan sholat subuh berjamaah. Setelah pulang dari masjid, seperti biasa saya menggendong Dick Hamzah sambil melantunkan surah dalam Juz Amma. Selain untuk membiasakan telinga Dick Hamzah dengan ayat-ayat Al Quran juga untuk mereview hafalan saya agar tidak hilang. Hari ini ada yang beda dengan anak saya, ia nggak ramai sepert biasanya. Kemudian saya coba mencoba untuk menghibur dengan membaringkan nya, tetep ia diam tanpa senyum. Saya berfikir, ah itu mungkin hanya sementara. Kemudian saya persiapan dan berangkat ke sekolah seperti biasa.
ekspresikan nak...!!!!
                Setelah pulang dari sekolah, saya mencoba untuk mendekati dan mengajaknya bercanda. Tapi saya harus menerima kekecewaan, karena anak saya ternyata tidak tersenyum malah terkesan cemberut. Kemudian saya sharing dengan sitri, kenapa Dick Hamzah sampai kayak gitu. Ternyata Umi Hamzah juga merasakan hal sama dengan  saya. Dick Hamzah tidak bisa tersenyum apa lagi ketawa, cuma mbetutut ajah. Setelah kami evaluasi beberapa hari ini kami memang agak sibuk dan kurang komunikasi dengan Dick Hamzah. Memang ada kesibukan karena ada hajatan walimahan untuk adik saya.

Protes anak
Yach, mungkin ini merupakan sebuah protes dari anak kami. Mengapa ia protes? Karena kesibukan, kami sedikit melupakan dirinya. Kurang mengajaknya bermain dan bercanda dalam beberapa kesempatan. Akan tetapi masalah terbesar kami adalah tentang KOMUNIKASI paling tidak itulah kesimpulan kami. Ketika saya mencoba browsing internet dan bertanya kepada beberapa teman, memang komunikasi menjadi salah satu kunci kebahagaiaan. Walaupun, Dick Hamzah baru berusia 4 bulan ternyata sedikit banyak ia sudah bisa merasakan dan mengerti apa yang dikatakan serta kasih sayang yang diberikan abi dan uminya. sejak saat itu kami saling mengingatkan untuk selalu menjaga komunikasi dengan bayi mungil kami. Kami sering mengatakan “ Dik, Abi sama Umi nanti pulang jam 3 lho yach?” atau “Dick, maafin abi umi yach! Pulangnya agak kesorean”.
Alhamdulillah sekarang Dik Hamzah sudah bisa bermain dan bercanda lagi bersama Abi dan Uminya. Kami sangat bahagia dengan perubahan itu. Sebenarnya kami tidak tahu apa yang menyebabkan dick hamzah kembali ceria, karena komunikasi yang kami lakukan atau karena hal yang lainya. Akan tetapi yang jelas komunikasi antar keluarga sangat diperlukan dalm hal apapun. Entah itu antara ayah, ibu maupun anak [seklaipun baru berumur 4 bulan]. Untuk para orang tua, baik yang masih tua atau sudah muda…hehehe. 

“MARI KITA JAGA KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN ANAK KITA”

Loyalitas Tanpa Batas

Saya memiliki seorang teman di sebuah fullday scholl. Sebut saja namanya adalah Pak Bowo. Sya memandang dia sebagai salah satu orang yang memiliki loyalitas tinggi kepada Yayasan tempat kami bekerja. Hampir setiap kegiatan yang diadakan sekolah pasti di akan mengikutinya. Setiap ada perintah dari atasan, Pak Bowo selalu sami’na wa atho’na, sendiko dawuh untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sekalipun tugas itu berada di luar tanggung jawabnya. Yang lebih istimewa lagi jarak rumah dengan sekolahnya berada kurang lebih 75 KM. Dia berangkat pagi jam setengah enam dengan menaiki sepeda motornya. Jam pulang sudah barang tentu sore, karena kami berada di fullday scholl. Istrinya seorang PNS di kantor kabupaten. Anaknya masih balita. Secara otomatis waktu untuk  anak dan keluarga akan terkurangi dengan jarak yang ditempuhnya tiap hari.
Dalam beberapa kesempatan saya tanya, “Nggak pingin nyari kerja deket rumah tho pak? disana kan juga banyak sekolah fullday school?”. Menanggapi hal itu ia hanya tersenyum saja. Beberapa teman sebenarnya merasa kasihan dengan dia. Selain rumahnya jauh dan berangkat pagi, angin ketikka berkendara di pagi hari mungkin kurang baik bagi tulang. Untuk saat ini memang belum terasa, tapi ketika sudah tua nanti mungkin akan ada masalah dengan persendiannya, paling ngggak itu pengalaman dari beberapa teman. Pernah suatu ketika sekolah kami mengadakan pengajian, saya masih ingat waktu itu pengajian selesai sekitar jam 11 malam. Pak Bowo tetap pulang ke rumahnya yang berjarak cukup jauh, walaupun sebenarnya ada beberapa teman yang menginap di sekolah.
Apa yang dilakukan oleh Pak Bowo mungkin merupakan sebuah loyalitas yang tinggi kepada sesuatu, dalam hal ini kepada sekolah [tempat ia bekerja]. Ia melakukan semua sesuai dengan perintah dan petunjuk dari atasan, walaupun mungkin itu tidak sesuai dengan yang ada dalam hatinya. Ia rela mengurangi waktu bermain bersama anak demi sekolahnya, demi mendidik anak orang lain. Satu hal yang memang ironis. Di satu sisi ia memiliki loyalitas yang tinggi kepada temapt kerja di sisi lain ia sedikit mengabaikan loyalitas kepada anak dan keluarganya.
Untuk guru-guru yang berada di fullday school mungkin mnegalami masalah yang sama dengan Pak Bowo. Dalam keseharian waktu yang tersita di sekolah lebih besar dibandingkan dengan waktu untuk keluarga. Dalam sebuah cerita ada seorang ayah yang mengatakan, “Nak, hari Minggu nanti kita akan pergi renang yach?” tentunya si anak akan menjawab dengan bahagia dan menanti datangnya hari Minggu. Di hari Jum’at [2 hari menjelang berenang]  datang undangan kepada sang ayah. Ternyata di hari Minggu nanti ada pertemuan sekolah yang harus di hadiri. Kira-kira mana yang lebih diutamakan sang ayah yang sudah berjanji hari minggu akan mengajak anaknya berenang atau mengahdiri pertemuan di sekolah?. Loyalitas memang terkadang harus memakan korban, tidak peduli itu kelaurga kita sendiri. Dalam hal ini mungkinkah kita berani menolak untuk menghadiri rapat dan mengatakan kita sudah punya janji dengan anak kita?. Paling tidak beranikah kita meminta ijin kepada kepala sekolah?. Walaupun, kemungkinan sangat kecil kita akan diijinkan untuk menepati janji kepada anak kita. Mungkin kita akan dianggap orang yang tidak loyal lagi dengan yayasan.
Beda lagi dengan yang Bu Wati alami, ketika ada keluarga [Pamannya] menikahkan anaknya. Ia tetap masuk sekolah demi loyalitas atau demi tugas?. Walaupun rumahnya cukup denkaat dengan pamanya. Bagaimana anda menyikapi hal tersebut? Silahkan anda menilai sendiri. 
                Terkadang loyalitas memang sangat diperlukan, namun dalam keadaan tertentu kita harus berani out the box dari aturan yang sudah ditetapkan. Pertimbangkan mana yang lebih utama loyalitas kita kepada keluarga atau kepada sekolah [tempat bekerja]?. LOYALITAS [tidak] TANPA BATAS. 

Saturday, March 17, 2012

Aku suka kalau ayah dan ibuku......

         Beberapa hari yang lalu saya mencoba untuk mempraktekan apa yang saya dapat dari artikel tentang parenting. Sebagai orang tua baru saya masih banyak belajar agar menjadi ayah yang bisa disayangi oleh anak dan anak merasa disayangi. Karena lebih penting ANAK MERASA DISAYANGI dibandingkan dengan KITA MERASA MENYAYANGI MEREKA. Oleh karena itu kita harus tahu anak kita suka kalau kita berbuata apa, dengan kata lain apa yang diinginkan anak dari kita. Tidak hanya itu kita seharusnya juga mengetahui hal apa yang tidak diinginkan anak dari kita. 
          Dalam sebuah kesempatan saya ingin mengetahui apa yang diharapakan anak didik saya dari orang tua [ayah ibu] mereka. Saya membagikan kertas kepada masing-masing anak untuk menulis apa yang diinginkan atau suka kalau ayah dan ibu mereka berbuat apa. dan tidak suka kalau mereka melakukan apa. Berikut salah satu harapan anak didik saya kepada ayah dan ibunya. Saya ambil contoh dari salah satu anak yang bapaknya bekerja all time bahkan terkadang tidak pulang ke rumah.
Nama A.S.A kelas 2 SD BWM
Aku sayang sekali sama mama
Aku Suka Kalau :
Ayah :
- pulang cepat
- memebriku hadiah waktu ulang tahun
- aku suka kalau berenang sama bapak
- aku suka makan bersama ayah
- aku ingin ditemani main sama ayah
- akau ingin ditemani sholat bersama-sama
- akau ingin memberi kreasiku pada ayah tapi ayah tidak ada
- semoga ayah cepat pulang agar, aku sangat sayang ayah
Ibu :
- aku suka dibuatkan roti bakar
- aku suka kalau mencium ibuku 1 kali saja
- aku ingin mendapat kasih sayang dari ibu
- aku suka menciumku

aku tidak suka kalau 
Ayah:
- aku salah sedikit dimarahi
- aku tidak suka kalau dituduh ayah
Ibu :
- salah sedikit dimarahi
- menuduhku

Aku sayang ayah
Itulah sedikit goresan pencil kecil anak dalam menuliskan harapan kepaada kedua orang tuannya. Mayoritas orang tua tidak pernah menanyakan apa harapan anak kepada mereka. Padahal itu sangat penting untuk membuat mereka merasa DISAYANGI....!!!!
Kita tidak bisa mengantarkan dunia kamita kepada mereka kalau kita tidak mau memasuki dunia mereka. Masuki dunia mereka maka kita akan mampu menciptakan mereka sesuai dengan keinginan kita..
- Abu_Hamzahfara-

Thursday, March 15, 2012

Sekolah antara orientasi [proses] dan [hasil]

bajaj "beproses" transformer
Untuk mempersiapkan anak dalam menghadapi UN tahun ini, sekolah kami memiliki berbagai  macam program, mulai dari mabit, jam tambahan pagi dan siang, subuh call dan pendampingan anak kelas 6. Kebetulan saya menjadi salah satu bagian dalam mendampingi siswa untuk melakukan sharing dan  memotivasi mereka. Di sebuah kesempatan secara akademik mereka mengalami sedikit penurunan, mungkin karena tervorsir dengan soal-soal oleh guru pendamping mapel sehingga nilai mereka justru mengalami penurunan. Kemudian saya mencoba bertanya kepada kelompok saya, ada satu jawaban yang membuat saya agak sedikit heran. Ketika saya bertanya, “Kenapa nilaimu turun?”, Ia menjawab “Takdir ust…!!!”. Namanya juga anak-anak, jawaban yang cukup kreatif dari mulut seorang anak. Nggak tahu dia mendapat jawaban itu dari mana, mungkin ia mendengar dari orang dewasa yang suka bercanda.
Dengan jawaban itu saya coba untuk menjelaskan bahwa takdir adalah ketika kita sudah berusaha dan berdo’a serta diikuti dengan tawakal kepada Allah, itu yang dinamanakn takdir. Mereka kemudian menganggukan kepala. Nah, usaha kata kunci yang kemudian saya hubungkan dengan proses dan hasil yang ingin mereka capai. Saya bertanya kepada mereka, “Ketika kalian sudah mengikuti mabit, tambahan jam pelajaran, dan kegiatan lainnya tapi hasilnya tidak sesuai dengan harapanmu apakah kalian merasa gagal?”. Mereka menjawab bahwa jika hasilnya belum sesuai dengan harapan  mereka merasa telah gagal. Mungkin inilah yang telah tertanam dalam mindset mereka, keberhasilan dinilai dari nilai akademik semata.
Mayoritas sekolah di Indonesia menitik beratkan kepada hasil. Pola pikir kita selalu di arahkan keberhasilan terletak pada hasil akhir tanpa proses yang kita ketahui. Dengan standar nilai kelulusan yang ditetapkan, banyak sekolah yang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan nilai standar tersebut. Banyak yang menggunakan cara instan untuk memenuhi kelulusan  100 persen sekolahnya. Mereka menggunakan cara yang salah dengan memberikan jawaban kepada anak didik ketika UN, bahkan pihak yang ingin memberikan kejujuran pun menjadi musuh bersama sekolah tersebut. Tahukah anda dengan kisah seorang wali murid di salah satu sekolah dasar di Surabaya yang membongkar kecurangan saat UN?. Ia justru dimusuhi oleh pihak sekolah dan mayoritas wali murid yang lainnya.
Kenapa kejadian diatas bisa terjadi?? Bisa jadi karena orientasi hanya pada “hasil”. Pinjem istilahnya bang Munif Chatib pengarang buku Sekolahnya Manusia, sekolah yang hebat salah satunya mengedepankan proses. Tentu dalam hal ini proses yang sesuai dengan nurani dan kodrat sebagai manusia, dengan kejujuran dan proses yang benar. Saya pernah membaca sebuah artikel tentang keberhasilan orang Jepang, ternyata mereka lebih mengedepankan “proses” dibandingkan dengan “hasil”. Hal tersebut dapat terlihat ketika dilakukan survei yang membandingkan mahasiswa dari Jepang dengan negara yang berkembang, hasil menurut orang Jepang berada di urutan kesekian. Yang paling penting adalah proses, selama mereka berproses dengan benar, mereka menganggap itu sebuah keberhasilan dalm menajlani sesuatu. Terlepas hasilnya memuaskan atau tidak.
Nah sekarang bagaimana dengan sekolah kita, sekolah anak kita? Sudahkah mengedepankan proses daripada hasil?. Lebih sempit lagi kita dalam keluarga, sudahkan kita mengajarkan anak kita untuk berproses sebelum mendapattkan hasil yang dicapainya??. Kita sering memberikan mereka ikan, tapi jarang kita memberikan mereka kail untuk mendapatkan ikan. Mungkin sudah saatnya kita untuk mengubah orientasi dalam mendidik, baik di sekolah maupun di rumah. Karena proses lebih banyak memberikan pengalaman kepada anak-anak kita. Sebagai contoh kita berikan anak kita sebuah ikan yang sudah matang, mereka tinggal memakannya. Bandingkan jika memberikan mereka sebuah pancing, kita biarkan mereka memancing di sungai atau kolam yang lebih mudah. Mereka akan menjalani proses dengan memasang umpan, bersabar sampai umpan ketika umpan dimakan pun belum tentu mereka mendapatkan ikannya kalau mengangkat kailnya tidak benar bisa-bisa ikan terlepas. Belum lagi ketika mereka mendapatkan ikan, bisa saja ikan itu tidak seperti yang diharapkan, mungkinikannya berukuran kecil [tidak sesuai dengan hasil yang diharapakan]. Berapa banyak proses yang sudah dijalaninya untuk mendapatkan ikan? Berapa pengalaman yang sudah didapatkan anak kita? Itulah indahnya proses….
               Hasil               : [kamu harus juara 1]
   Proses             : [kamu harus berusaha juara 1]
Itulah gambaran antara berorientasi pada hasil dan lebih mengutamakan proses. Dalam proses, HASIL berada di belakang yang berada di depan adalah USAHA.

Tuesday, March 13, 2012

Cahyo Buwono 2c [Ayah Ibu Maafkan Aku]

Waktu itu aku sedang bermain
Tapi aku kehausan
Aku ingin minum
Aku meminta uang ke ibu dan juga ayah
Tapi mereka malah senang, aku bingung?
Aku kecewa telah meminta uang terlalu banyak
Maafkan aku ibu

Motivasi Luar Dalam

mimpi yang berasal dari motivasi

Beberapa waktu yang lalu sekolah saya (sd birrul walidain, sragen) yang merupakan salah satu sekolah yang menggunakan model fullday mendapatkan suntikan motivasi dari salah satu pengurus yayasan. Saya mengambil senuah pelajaran dari apa yang disampaiakn beliau [Pak Dahlan] tentang motivasi untuk menjadi guru dan menjadi apapun. Menurut beliau motivasi di bagi menjadi 2 yaitu motivasi [ekstrinsik] yaitu yang berasal dari luar bisa berupa nasehat orang lain, musik, membaca buku bahkan hanya karena melihat sesuatu. Yang kedua adalah motivasi dari dalam sendiri [intrinsik] yang murni dari kemauan diri sendiri. Motivasi ekstrinsik lebih cepat hilang dibandingkan dengan motivasi intrinsik. Hal ini disebabkan motivasi ekstrinsik memerlukan sesuatu, bisa berupa nasehat, membaca buku dan faktor luar lainya. Begitu nasehat itu tidak kita dengarkan lagi mungkin motivasi kita bisa memudar bahkan hilang.
Kita harus meyakini bahwa motivasi ekstrinsik dapat memunculkan motivasi intrinsik. Kita mungkin bisa menangis ketika melihat film yang menyedihkan dan terbahak ketika melihat lawak. Menangis dan tertawa jelas itu berasal dari dalam diri kita. Di zaman Rosululloh ketika hendak perang Rosulullah dan para sahabat salaing memberikan motivasi untuk ikhlas dalam berperang menegakkan dinul Islam dan menjanjikan surga bagi mereka yang berjuang dijalan Allah SWT. Hal ini merupakan salah satu motivasi yang dapat memunculkan motivasi dari dalam jiwa para sahabat mujahidin. Kita tahu dalam banyak pertempuran yang dimenangkan oleh kaum muslimin, para sahabat selalu kalah jumlah, kalah persenjata.an dan belum menguasai medan pertempuran. Seperti pada waktu perang Uhud, perang Badr dan lainya, kaum muslimin mampu memetik kemenang.
                Motivasi yang muncul dari dalam diri akan lebih bertahan lama dan memunculkan keistiqomahan untuk melakukan sesuatu dan meciptakan sesuatu. Motivasi dari dalam diri sebagaimana yang ditunjukan oleh para sahabat untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan amalan wajib maupun sunah, di waktu lapang maupun sempit. Dalam talk show Kick Andy bertemakan Indonesia Mengajar ditampilkan para pengajar muda yang ditugaskan ke daerah terpencil dan pedalaman dengan fasilitas, transportasi dan sarpras yang sangat minim. Mereka semua sangat bersemangat untuk memberikan yang teerbaik untuk orang-orang pedalaman di Sumatra, Sulawesi, Maluku dan pulau kecil lainya. Salah satu pernyataan yang menarik bagi saya adalah ketika seorang pengajar menyampaikan bahwa “murid-muridnya adalah sumber kekuatanya”. Sang guru berhasil menjadikan motivasi dari luar [para murid dan anak pedalaman] yang diubahnya menjadi motivasi dari dalam dirinya untuk memberikan yang terbaik bagi mereka. Setelah kembali ke tempat tinggalnya sang guru memberikan yang terbaik untuk lingkungannya karena termotivasi dan terinspirasi dari anak-anak pedalaman tersebut.
                Semoga kita mampu memanfaatkan motivasi dari lingkungan sekitar kita untuk memunculkan motivasi dari dalam hati kita yang lebih tulus.

Ridwan Hanif 2c [jajan sembarangan]

Berikut adalah tulisan anak didik saya yang bernama Ridwan Hanif kelas 2 SD yang gemar menulis. Berikut sebuah cerita sangat pendek yang sudah dibuatnya. Hal ini saya lakukan untuk menghargai kemauan, kemampuan dan keinginannya untuk menulis.
"jajan sembarangan"
Pada jam istirahat anak-anak bermain, Andi membawa uang 20.000 Andi mengajak Otong jajan.Otong menolaknya, kemudian Andi mengajak Fizi. Fizi pun menolak, Andi akhirnya jajan sendiri.
Andi membeli pentol dan sosis yang dimakan sendiri. Tidak lama kemudian Andi merasa perutnya sakit dan menuju toilet. Andi bertanya kepada bu guru, "Bu guru, kenapa perutku sakit? saya tadi makan sosis dan pentol yang saya beli saat istirahat." "Ya itu akibat jajan sembarangan..!", kata Bu Guru. Makannya jangan jajan sembarangan. "Memang kenapa Bu?" tanya Andi. Begini Andi kalao jajan hati-hati banyak pewarna

Monday, March 12, 2012

membentuk karakter ala pandai besi

pembuat golok

       Melalui sebuah cerita saya ingin mencoba menulis. Suatu hari ada tiga sahabat yang melakukan perjalanan ke sebuah tempat. Sahabat itu adalah api, kapak dan palu yang sudah bersahabat, palu memiliki watak yang keras namun pemberani. Sedangkan api memiliki sikap yang lemah gemulai, menghangatkan namun kalau ia marah bisa menghancurkan apa saja. Ditengah perjalanan mereka mendapatkan rintangan yang mengganggu, ada sebongkah besi tua yang menghalangi perjalanan mereka. Merasa dihalangi jalanya si kapak mulai terpancing emosinya. Kemudian si kapak mulai memukul besi untuk menyingkirkannya dari tengah jalan, dia terus mencoba dan mencoba sampai habislah tenaganya. Akhirnya si kapak menyerah untuk menyingkirkan besi yang menghalanginya. Melihat temannya tidak mampu lagi, si palu akhirnya turun tangan untuk menyingkirkan besi tua tersebut, dengan sekuat tenaga si palu membenturkan kepalanya ke besi tersebut. Apa yang terjadi? Si palu pun terpental karena ternyata besi tersebut sangatlah keras, si palu  menyerah untuk berusaha menyingkirkan besi ditengah jalan.
Akhirnya gilliran si api yang ingin mencoba menyingkirkan besi tua yang menghalangi jalan mereka. Berbeda dengan ke dua temannya yang menggunakan kekerasan, tapi ia mulai melingkarkan dirinya dan mendekap erat besi tua. Ia membelainya dengan lembut dan tidak akan melepaskan dekapannya. Dalam beberapa waktu akhirnya si besi pun meleleh dan akhirnya mereka bisa disingkirkan dari jalan. Sehingga mereka bertiga bisa melanjutkan perjalanan.
Apa hubungan cerita diatas dengan pembentukan karakter anak-anak kita??apa pula hubungan dengan pandai besi?. Kita tahu alat yang dibutuhkan oleh pandai besi untuk membuat pisau, cangkul, pedang, sabit dan peraltan rumah lainnya adalah sebuah palu dan bara api. Palu digunakan untuk membentuk benda yang akan dibuat sesuai dengan model yang diinginkan. Namun sangat sulit jika bahan yang akan dibentuk entah itu besi, baja atau bahan yang lain tidak dipanasi terlebih dahulu. Biarkan api yang melelehkan dengan memeluk dan membelainya.
Api [kelembutan, kehangatan dan kasih sayang] dan palu [sikap tegas kita kepada anak]
Kita bisa meniru pandai besi dalam membentuk kepribadian anak. Kita perlu menggunakan [api] yang membelai dan memeluk penuh dengan kehangatan serta kasih sayang. Anak-anak sangat membutuhkan kehangatan yang ada dalam diri kita. Maka kita wajib memberikan kehangatan yang berupa kenyamanan dalam diri mereka ketika mereka berada disamping kita. Kita bisa memeluk, memegang dengan erat dan tentu harus memahami mereka dengan memberikan kasih sayang. Namun, [palu] dalam hal ini saya gambarkan sebagai sebuah ketegasan dalam mendidik anak. Kita tidak bisa mendidik anak hanya dengan kelembutan saja, karena hal itu akan berdampak pada munculnya sikap manja dalam anak kita. Di saat tertentu kita berhak bersikap tegas ketika anak kita melanggar aturan dan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Bahkan kita berhak untuk marah demi terciptanya sebuah karakter yang kita inginkan. Namun kemarahan itu harus segera dicairkan dengan [air] kasih sayang, agar tidak terlarut-larut dan anak menjadi jauh dengan kita.
Kelembutan kasih sayang dan ketegasan adalah faktor yang sangat penting untuk membentuk kepribadian atau karakter anak. Dengan kelembutan maka mereka akan memiliki rasa sosial yang bagus dan dengan ketegassan mereka juga akan memiliki rasa tanggung jawab serta kepribadian yang berani. Semoga kita sebagai orang tua mampu menjadi orang yang tegas namun di dasari atas rasa kasih sayang kepada anak kita…!!!

Thursday, March 8, 2012

Fullday school…antara [ + ] dan [ - ]

siswa fullday school
Beberapa tahun terakhir muncul beberapa sekolah yang menerapkan sistem fullday scholl terutama sekolah islam dengan sekolah islam terpadunya. Terutama di jejang sekolah dasar, hamir di setiap kabupaten di eks karesidenan Surakarta memiliki sekolah fullday. Siswa mulai belajar dari pagi sampai pada sore hari antara jam 14.00 – 16.00 WIB. Hal ini tentunya sangat membantu untuk orang tua yang bekerja sampai sore hari. Karena mereka bisa tenang bekerja dan anak-anak mereka bisa berangkat bersama dan pulang bisa dijemput bersamaan dengan jam pulang kerja orang tuanya. Dibandingkan dengan sekolah umum yang pulang lebih awal tentu orang tua lebih tenang ketika mereka meninggalkan anak di sekolah yang memberikan pengawasan dan pendidikan fullday.  Sekolah fullday menawarkan berbagai program unggulan diantaranya outbond tiap semesternya, camping, motivasi, market day dan masih banyak lagi program lain yang ditawarkan fullday school. Hal ini tentunya akan menarik orang tua untuk  bisa memasukan ke sekolah unggulan. Mereka berharap anaknya memiliki kemampuan yang sesuai dengan program yang ditawarkan. Walaupun biaya yang dikeluarkan selama di sekolah tersebut lebih mahal dibanding dengan sekolah umum, hal itu tidak mengendurkan semangat orang tua yang memasukkan anaknya kedalam sekolah fullday.
       Sekolah islam yang seperti tersebut diatas memberikan banyak keuntungan, tidak hanya dari sisi akademik saja. Selain sisi akademik tentunya juga memberikan pendidikan dalam bidang akhlak secara lebih intensif karena berusaha menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan sekolah. Fasilitas yang ada memberikan kemudahan orang tua dan anak dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, mulai dari les privat, mobil antar jemput, sms gate way, makan siang dan masih banyak lagi fasilitas yang mendukung dibanding sekolah umum.
          Tetapi nggak ada yang sempurna di dunia ini, begitu juga dengan sistem fullday school. Mungkin secara akademik anak-anak yang bersekolah di fullday school lebih baik nilainya dibanding dengan anak yang berada di sekolah umum, hal ini dikarenakan jam belajar yang lebih lama, guru yang memiliki kompetensi dan fasilitas yang sangat mendukung. Kebetulan saya mengajar di salah satu sekolah dengan sistem fullday school. Program dalam sekolah berupaya untuk  menjadikan anak  takwa, cerdas dan mandiri. Dari pengamatan saya dan diskusi dengan beberapa teman titik lemah pada fullday school adalah ketika anak berada di luar sekolah (lingkungan rumah). Dalam beberapa kesempatan saya bertanya kepada anak-anak, taruhlah namanya Difag yang kebetulan saya sebagai wali kelasnya. “Apakah kamu sering bermain dengan tetanggamu Fag?”. Ia menjawab kalau sangat jarang bermain dirumah dengan anak  di lingkungan sekitarnya. Di lain kesempatan saya menanyai seluruh siswa dalam kelas saya untuk menyebutkan nama teman dilingkungan sekitar dimana mereka sering bermain sehari-hari. Dan hasilnya mereka rata-rata hanya mampu menyebutkan 5 - 7 anak saja. Sungguh ironis memang, dalam dunia anak yang merupakan dunia bermain, anak-anak tidak memiliki teman dalam lingkungan sekitarnya. Mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal itu, diantaranya adalah waktu belajar yang relatif lama di sekolah sehingga mereka tidak sempat lagi untuk berbaur dan bermain dengan anak-anak di lingkungan sekitarnya. Faktor yang lain bisa jadi karena mereka terlalu capek untuk bermain dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini jelas berdampak kepada kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi dalam lingkungan masyarakat.
         Ada sebuah cerita dimana ada seorang anak yang bersekolah di salah satu SDIT di kab Sragen mengalami sebuah kecelakaan ketika berlibur ke Jogja. Sehingga menyebabkan anak tersebut mengalami koma dan harus dirawat dalam ruang ICU. Dalam keadaan itu ia mengigau dan memanggil nama ustadz/zah yang mendampinginya belajar setiap hari mulai dari pagi sampai dengan siang hari. Ustadz/zah yang menjadi tempat mengadu ketika ia diganggu temannya. Ustadz/zah yang menjadi tempat bertanya ketika ia menemui kesulitan selama disekolah.  Dari cerita diatas sangat tergambar jelas bahwa kedekatan anak dengan orang tua terkalahkan dengan kedekatan mereka dengan guru (ustadz/zah). Anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah dan bersama dengan guru dibandingkan dengan orang tua. Mulai dari jam 07.00 – 14.00 mereka selalu berinteraksi dengan guru, sedangkan dengan orang tua?. Dari beberapa pengamatan kami, waktu efektif orang tua bersama anak hanya beberapa jam saja. Setelah asar, ba’da magrib dan maksimal sampai jam 9 malam. Itupun jika orang tua mau mendampingi anak dalam beraktifitas atau dengan bahasa lain orang tua mampu meluangkan waktu untuk beinteraksi dengan anak-anaknya. Karena bisa jadi orang tuapun membawa pekerjaan kantor untuk diselesaikan di dirumah, jelas hal ini akan mengurangi waktu mereka berrsama anak-anak. Secara psikologis anak sangat menginginkan dekat dengan orang tua.
        Saya pernah mendapatkan pertanyaan dan pernyataan dari orang tua murid berkenaan dengan kepatuhan anak  kepada orang tua dibandingkan dengan kepatuhan mereka kepada ustadz/zahnya.  Beberapa wali murid menyatakan bahwa anak cenderung lebih patuh kepada gurunya di banding dengan orang tua. Anak-anak akan mematuhi ustad/zahnya ketika di suruh untuk mengerjakan sholat, belajar dan kegiatan yang lainnya, berbanding terbalik ketika diperintah oleh orang tuanya. Kelemahan orang tua yang sering kami jumpai adalah mengatas namakan guru untuk memerintahkan anaknya. “Kalau kamu nggak mau belajar tak bilangin ustadz/zah lho” atau “kalau kamu nggak sholat tak bilangin sama ustadz/zah lho”.
Dalam pendidikan di rumah, kedekatan antara orang tua dengan anak mutlak harus terpenuhi. Karena tanpa kedekatan akan sulit untuk membentuk kepribadian anak ketika dirumah. Maksimalkan waktu minimal kita untuk berinteraksi dengan anak dan selalu berkomunikasi dengan mereka agar peran kita sebagai orang tua tidak tergantikan oleh orang lain. Kenapa anak lebih sulit diatur ketika dirumah?. Pernah saya menanyakan hal ini kepada seorang pembicara, kata kuncinya berada di “aturan, budaya atau kesepakatan”. Ketika berada di sekolah anak memiliki peraturan yang harus dipatuhi dan bersifat pasti, jika mereka melanggar kesepakatan itu ada konsekwensi yang harus diterimanya. Buatlah aturan yang tegas dalam keluarga untuk dipatuhi anggota keluarga dan ada konsekwensi yang harus diterima jika kesepakatan itu dilanggar. Paling tidak buatlah suasana di rumah mirip dengan suasana di sekolah dalam hal pembuatan kesepakatan.
“Suatu malam ba’da Isya’ HP saya berdering, saya segera menghampiri dan ternyata ada orang tua wali murid yang menelpon saya. “Ada apa malam-malam begini telp saya?” dalam benak saya. Ternyata  menanyakan apakah besok ada ulangan? Apakah besok ada PR?. Huft…saya berpikir kemana kemandirian dan perhatian anak ketika saya mengumumkan ada PR dan mengumumkan ulangan?. Mereka seakan mempermudah dengan cukup telp ketika hendak belajar, berrtanya tentang tugas lah, ulangan atau hal-hal lain yang sebenarnya sudah diinformasikan kepada mereka ketika di sekolah. Mereka sering dimanjakan dengan fasilitas yang ada. Sehingga berpengaruh kepada kemandirian mereka, maklum lah mereka kebanyakan berasala dari keluarga yang cukup berada, apapun yang diminta akan dikabulkan. Hal ini mungkin salah satu penyebab anak sering “nggampangake” urusannya. Hal ini berbeda dengan keadaan disekolah umum yang hanya berjarak dekat dengan teman sekolah atau dengan gurunnya. Mereka bisa dengan mandiri mencari ketempat teman atau gurunya dengan mendatangi rumahnya.
Sekali lagi tidak ada yang sempurna, baik sekolah fullday maupun sekolah umum yang jelas pendidikan di rumah adalah yang utama dengan orang tua sebagai gurunya. Setiap lembaga pendidikan pasti bertujuan untuk mendidik anak mereka menjadi anak yang berpengetahuan dan berakhlak mulia untuk menghadapi masa depannya. Setiap lembaga pendidikan pun tak mungkin lupet dari masalah dan kesalahan, akan tetapi yang perlu kita yakini semua pasti ada jalan keluarnya. Falam fullday school yang perlu diperhatikan adalah kerja sama antara pihak sekolah dan keluarga untuk mengatasi masalah yang timbul sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Hamzah bergaya dengan burung hantu