Beberapa waktu yang lalu sekolah kami mendapatkan pengarahan, evaluasi dan motivasi dari pihak yayasan untuk menghadapi semester 2 tahun ajar 2013/2014. Satu hal yang saya ingat ketika perwakilan dari yayasan memaparkan dalam perusahaan, lembaga atau instansi apapun, Sumber Daya Manusia (SDM) nya terbagi menjadi 3, dimana semuanya bermuara menjadi 100%.
Beliau mengatakan 20 %
SDM adalah orang-orang yang profesional, expert, memiliki kemampuan luar biasa
dan kompeten di bidangnya. Mereka menjadi ujung tombak majunya sebuah lembaga
atau instansi. 70 % nya adalah SDM dengan prosentasi paling banyak, bukan
profesional tapi juga bukan trouble maker, jika ada pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik tetapi kurang memiliki inovasi dan kreatifitasnya
rata-rata. Mereka adalah orang-orang yang berada di tengah-tengah. Yang
terakhir dari SDM adalah prosentase 10%, “dianggap” sebagai trouble maker,
tidak kompeten dalam bidangnya, sering mengkritisi pimpinan, kurang disiplin
dan hal negatif lainya. Dengan bahasa halus mereka berada pada posisi yang
perlu peningkatan dan pembinaan khusus. Beliau pun demikian juga menggambarkan
keberadaan SDM di sekolah kami berada.
20% perlu di”berdayakan” karena merupakan ujung tombak,
sekaligus penentu arah sekolah. 70% perlu dibina untuk menjadi kader dan
dimotivasi agar tidak menjadi trouble maker. 10% selanjutnya dijadikan sebagai
orang yang perlu dibina lebih lanjut namun jika tidak mampu maka “dibinasakan”
saja...
SUDUT PANDANG
YANG BERBEDA....!!!!!
Dalam dunia pendidikan saya mencoba melihat dari sudut
pandang yang berbeda. Dalam dunia pendidikan tidak bisa terlepas dari dua
komponen pokok yaitu Guru dan Siswa. Sekarang kita coba bagi guru seperti
prosentasi di atas, 20 persen guru yang memiliki skill diatas rata-rata,
mungkin secara jenjang pendidikan telah menyelesaikan S2. 70 persen adalah guru
rata-rata pada umumnya, bisa dikatakan jenjang pendidikan S1. 10 persen guru
memiliki jenjang pendidikan D2, D3 atau mungkin hanya SPG (Sekolah Pendidikan
Guru). Mungkin kita menganggap orang yang paling berperan dan berpengaruh dalam
dunia pendidikan adalah golongan 20%. Mungkin hal ini yang membuat pemerintah
berfikir untuk meningkatkan yang 10 persen dari guru. Muncullah “sertifikasi” yang
kalau boleh dikatakan adalah karena ada guru-guru yang berada di level 10
persen. Demi meningkatkan kinerja guru, pemerintah mewajibkan para guru untuk
memiliki level S1 sebagai prasarat menerima sertifikasi. Kita tinggalkan
sejenak untuk masalah guru.....
Bagaimana dengan siswa?????. Untuk yang 20% saya pikir
tidak ada masalah, karena secara akademik bagus, nilai tidak ada masalah dan
semuanya beres. Pun demikian anak yang berada di level tengah tidak memberikan
banyak masalah juga. Kita bandingan dengan anak yang berada pada level 10%,
anak yang “dianggap” nakal, bandel, bodoh dan hal negatif lain yang “dilekatkan”
pada mereka. Tetapi dibalik itu semua merekalah yang menjadi inspirasi dan
inovasi ditemukannya berbagai macam metode dan model pembelajaran dalam dunia
pendidikan. Seperti model kooperatif, jigsaw, problem solving dan masih banyak lagi. Sampai pada
akhirnya ditemukannya model Multiple Intelegent.
Thomas Alfa Edison, Albert Einstein, dua contoh ilmuwan dimana ketika berada di
dunia pendidikan dia dianggap sebagai anak yang berlevel 10 % sampai akhirnya
di keluarkan dari sekolah.
Siswa yang berada di level 10% pada dasarnya menuntut para
guru lebih jauh lagi kepada penyelenggara pendidikan (sekolah) untuk berfikir
dan bertindak lebih kreatif dan memberikan berbagai trobosan dalam “mewadahi” kelebihan mereka. “JADIKANLAH ANAK
YANG BERADA PADA LEVEL 10% DALAM PENDIDIKAN SEBAGAI INSPIRASI DAN MOTIVASI
UNTUK BERFIKIR DAN BERTINDAK KREATIF.”
Terima kasih anak-anak ku yang saat ini “dianggap” berada pada bagian
10%...wallahu a’lam bis showab..kebenaran hanya mililk Alloh.
No comments:
Post a Comment