Thursday, January 9, 2014

DISTEACHIA...

Penyakit “Disteachia” yaitu kesalahan dalam mengajar dan menyampaikan ilmu kepada peserta didik.
Disteachia mengandung 3T, yaitu Teacher Talking Time, Task Analysis dan Tracking.

Teacher Talking Time
                    Pak XXX saat pelajaran bahasa indonesia, “Anak-anak buka buku halaman 23, kita akan belajar tentang mendiskripsikan sesuatu.” Setelah itu Pak XXX berceramah tentang bagaimana mendiskripsikan sesuatu, hampir 80% waktu pelajaran digunakan untuk ceramah. Siswa pun merasa gerah, tidak nyaman, dan mengantuk.
                Pukul 08.00 semua siswa kelas 5 keluar menuju ke halaman sekolah dengan membawa kertas dan pensil. Mereka sibuk mengamati benda-benda yang berada di lingkungan sekolah, sambil sesekali mencatat di kertas yang sudah dibawa. Ternyata mereka sedang mendiskripsikan benda yang mereka lihat, setelah mendapat penjelasan singkat cara mendiskripsikan sesuatu.
     Dalam strategi pembelajaran, Guru Mengajar Dan Siswa Belajar Adalah Dua Proses Atau Jalan Yang Berbeda. Artinya ketika guru mengajar belum tentu murid belajar. Ketika siswa banyak aktif mencari, beraktivitas bahkan menganalisa sebenarnya siswa sedang belajar.
     Dari dua skenario diatas, skenario pertama berjudul “GURU MENGAJAR” yaitu berceramah secara terus menerus di dalam kelas dan siswanya mendengarkan. Sedangkan skenario kedua,dimana siswa aktif mencari objek yang menarik untuk ditulis, sebenarnya “SISWA BELAJAR”.

Task Analysis
                Adalah setiap penyampian materi pelajaran kepada siswa biasanya langsung masuk pada materi. Guru belum terbiasa menjelaskan kegunaan materi untuk aplikasi dalam kegiatan sehari-hari. Sebaiknya, asaa benefiditas ilmu atau kemanfaatn ilmu dalam kegiatan sehari-hari dijelaskan pada awal pembelajaran oleh guru. Task analisis bisa dikatakan hanyalah pembelajaran dengan open book dan semua yang diajarkan hanya dari apa yang dituis oleh buku.

Tracking
                Tracking adalah pengelompokan siswa kedalam beberapa kelas berdasarkan kemapuan kognitifnya. Output tracking adalah pembagian kelas menjadi kelas untuk anak pintar dan kelas untuk anak bodoh. virus ini hampir menjangkiti semua sekolah, terutama sekolah favorit. Thomas Amstrong dalam bukunya Awakening Genius in the Classroom telah melakukan penelitian tentang kelas khusus. Ternyata perkembangan psikologi dan kompetensi seorang siswa pandai yang masuk dalam kelas khusus anak pandai atau kelas akselerasi mempunyai resiko tingkat kecerdasan. Kompetisi kognitif yang terjadi setiap saat pada kelas ini menimbulkan ketegangan dan memenjarakan siswa dalam dikotomi kalah dan menang. Sejengkal saja tertinggal dari teman yang lain dapat menyebabkan penyesalan bahkan frustasi yang cukup besar.
Terlebih jika diadakan “rolling kelas” dimana siswa yang nilainya turun dipindah/dirolling ke kelas yang level (kognitif) lebih rendah. Pada dasarnya kelas akselerasi dan unggulan bisa saja diterapkan, selama kita menggunakan sistem kurikulum dengan Sistem Kredit Semester (SKS) seperti pada perguruan tinggi. Tetapi tidak dianjurkan dalam sekolah yang masih menggunakan sistem paket. Coba kita renungkan, perasaan para siswa yang berada pada level “kognitif rendah.” Konsekwensinya, semangat siswa untuk maju relatif kecil sebab mereka sudha mendapatkan label “kelas bodoh”...wallahu a’lam bi showab.....
(sumber: Gurunya Manusia, Munif Chatib, hal 110)

No comments:

Post a Comment

Hamzah bergaya dengan burung hantu