Teacher Talking Time
Pak
XXX saat pelajaran bahasa indonesia, “Anak-anak buka buku halaman 23, kita akan
belajar tentang mendiskripsikan sesuatu.” Setelah itu Pak XXX berceramah tentang
bagaimana mendiskripsikan sesuatu, hampir 80% waktu
pelajaran digunakan untuk ceramah. Siswa pun merasa gerah, tidak nyaman,
dan mengantuk.
Pukul
08.00 semua siswa kelas 5 keluar menuju ke halaman sekolah dengan membawa
kertas dan pensil. Mereka sibuk mengamati benda-benda yang berada di lingkungan
sekolah, sambil sesekali mencatat di kertas yang sudah dibawa. Ternyata mereka
sedang mendiskripsikan benda yang mereka lihat, setelah mendapat penjelasan
singkat cara mendiskripsikan sesuatu.
Dalam strategi
pembelajaran, Guru Mengajar Dan Siswa
Belajar Adalah Dua Proses Atau Jalan Yang Berbeda. Artinya ketika guru mengajar
belum tentu murid belajar. Ketika siswa banyak aktif mencari, beraktivitas
bahkan menganalisa sebenarnya siswa sedang belajar.
Dari dua
skenario diatas, skenario pertama berjudul “GURU
MENGAJAR” yaitu berceramah secara terus menerus di dalam kelas dan siswanya
mendengarkan. Sedangkan skenario
kedua,dimana siswa aktif mencari objek yang menarik untuk ditulis, sebenarnya “SISWA BELAJAR”.
Task Analysis
Adalah
setiap penyampian materi pelajaran kepada siswa biasanya langsung masuk pada
materi. Guru belum terbiasa menjelaskan kegunaan materi untuk aplikasi dalam
kegiatan sehari-hari. Sebaiknya, asaa benefiditas ilmu atau kemanfaatn ilmu
dalam kegiatan sehari-hari dijelaskan pada awal pembelajaran oleh guru. Task
analisis bisa dikatakan hanyalah pembelajaran dengan open book dan semua yang diajarkan
hanya dari apa yang dituis oleh buku.
Tracking
Tracking
adalah pengelompokan siswa kedalam beberapa kelas berdasarkan kemapuan
kognitifnya. Output tracking adalah pembagian kelas menjadi kelas untuk anak
pintar dan kelas untuk anak bodoh. virus ini hampir menjangkiti semua sekolah,
terutama sekolah favorit. Thomas Amstrong dalam bukunya Awakening Genius in the
Classroom telah melakukan penelitian tentang kelas khusus. Ternyata perkembangan psikologi dan kompetensi
seorang siswa pandai yang masuk dalam kelas khusus anak pandai atau kelas
akselerasi mempunyai resiko tingkat kecerdasan. Kompetisi kognitif yang terjadi
setiap saat pada kelas ini menimbulkan ketegangan dan memenjarakan siswa dalam
dikotomi kalah dan menang. Sejengkal saja tertinggal dari teman yang lain dapat
menyebabkan penyesalan bahkan frustasi yang cukup besar.
Terlebih jika
diadakan “rolling kelas” dimana siswa
yang nilainya turun dipindah/dirolling ke kelas yang level (kognitif) lebih
rendah. Pada dasarnya kelas akselerasi dan unggulan bisa saja diterapkan,
selama kita menggunakan sistem kurikulum dengan Sistem Kredit Semester (SKS)
seperti pada perguruan tinggi. Tetapi tidak dianjurkan dalam sekolah yang masih
menggunakan sistem paket. Coba kita renungkan, perasaan para siswa yang berada
pada level “kognitif rendah.” Konsekwensinya,
semangat siswa untuk maju relatif kecil sebab mereka sudha mendapatkan label “kelas bodoh”...wallahu a’lam bi
showab.....
(sumber: Gurunya Manusia,
Munif Chatib, hal 110)
No comments:
Post a Comment