jujur...??? |
Di sebuah hutan ada keluarga tupai dan burung hantu yang bertetangga. Keluarga tersebut sama-sama memiliki anak yang seumuran. Mereka bersekolah di tempat yang sama. Anak si burung hantu bernama Burhan, sedangkan si tupai bernama Tuping. Mereka adalah teman yang sangat akrab dan sering bermain bersama. Keduanya memiliki kemampuan akademik yang cukup bagus. Burhan dan Tuping bersekolah di SD Tarzan, sebuah sekolah yang bagus di hutan itu. Mereka di kenal sebagai anak yang pintar di sekolah tersebut, silih berganti mereka mendapatkan ranking pertama.
Singkat cerita tibalah ujian akhir sekolah sebagai ujian terakhir untuk kelulusan mereka di jenjang SD. Pihak sekolah mengumumkan akan memberikan hadiah untuk anak yang mendapatkan nilai tertinggi di saat ujian akhir. Semua anak bersemangat dan belajar lebih rajin, tidak ketinggalan si Burhan dan si Tuping. Mereka berdua juga belajar dengan sungguh-sungguh. Munculah niat jahat si Tuping yang pengin mengalahkan si Burhan yang memang saingan terberatnya. Ia melakukan banyak cara yang tidak fair dalam memenangkan pertandingan terakhir di SD Tarzan. Ia mulai melupakan nilai-nilai kejujuran yang selalu di terapkan dalam lingkungan sekolahnya. Ia hanya memikirkan cara curang untuk menghadapi ujian tersebut. Si Tuping punya gengsi besar dan akan merasa malu jika ia di kalahkan oleh Burhan. Ia mulai mencari jawaban soal yang akan digunakan untuk ujian akhir. Dan siap membuat contekan untuk hari saat ujian berlangsung. Cara belajarnya pun kurang maksimal seperti biasanya.
Namun berbeda dengan si Burhan, walaupun dia juga berharap mampu memenangkan hadiah dari sekolah namun ia tidak mau berbuat curang dan tidak jujur dalam meraih juara. Si Burhan melalui proses yang cukkup bagus dengan belajar semaksimal mungkin, tentunya ia juga tidak lupa untuk berdo’a kepada Tuhan.
Hari yang ditunggu oleh siswa SD Tarzan akhirnya datang juga. Mereka bertempur untuk mengerjakan soal-soal ujian akhir. Sebelum di mulai pengawas membacakan aturan yang harauas dipatuhi oleh peserta ujian, diantaranya tidak boleh menerima atau memberi jawaban kepada peserta ujian yang lain. Selain itu juga tidak diperkenankan membawa catatan dalam bentuk apapun. Semua peserta mengerjakan dengan tenang dan nampak serius, tak terkecuali Burhan dan Tuping. Setelah beberapa waktu si Tuping mulai melakukan rencananya untuk membuka contekan yang telah dibuatnya di rumah. Sambil tengak tengok ia mulai membuka contekan yang telah dibuatnya tanpa sepengetahuan pengawas. Tuping selalu melakukan hal itu selama ujian dan selalu berhasil tanpa sepengetahuan pengawas.
Setelah beberapa minggu menunggu hasil ujian, akhirnya anak-anak siap untuk mendengarkan hasil ujian yang telah dilaksanakan. Mereka di kumpulkan di aula sekolah untuk mengetahui hasil ujian. Yang akan mengumumkan hasil adalah kepala sekolah. Sebelum membacakan hasil ujian dan siapa yang akan mendeapatkan hadiah, sang kepala sekolah memberikan sambutan dan selamat kepada anak didiknya yang tealh melakukan ujian akhir sekolah dengan jujur dan sukses. Tibalah saat yang ditunggu, saatnya kepala sekolah mengumumkan juaara pertama dan berhrak mendapatkan hadiah dari sekolah. Kepala sekolah kemudian berkata, ”Saya ucapkan kepada ananda yang mendapatkan juara pertama, siapakah dia??? Juara pertama adalah siiiii Tuuuuping!!!!”. ”Sekarang tiba untuk juara kedua, juara ke dua diraih oleh, Siiiii Burhaaannnn!!!” lanjut kepala sekolah. Seluruh isi ruangan memberikan tepuk tangan dan selamat kepada mereka. Keduanya nampak sangat puas dan bahagia mendapatkan gelar tersebut. Tuping menyampaikan dia sangat puas karena mampu mendapatkan nilai tertinggi dan mendapatkan hadiah. Sedangkan si Burhan mengatakan kepuasan dan kebahagiaanya di karenakan dia telah berusaha semaksimal mungkin dan melalui proses secara bertahap dan jujur walupun akhirnya hanya mendapatkan peringkat kedua.
Dari kasus diatas antara Tuping dan Burhan sama-sama mendapatakan kepuasan dan kebahagiaan. Namun, mereka memiliki standar yang berbeda untuk mendapatkan kepuasan tersebut. Tuping hanya berorientasi pada hasil semata tanpa memperhatikan proses yang seharusnya ia lakukkan, bahkan ia mengesampingkan nilai-nilai kejujuran yang sudah di terapkan dalam sekolahnya belajar. Sedangkan si Burhan memiliki standar kepuasan terhadap proses yang ia jalani dan tetap memperhatikan nilai kejujuran yang sudah ditanamkan di sekolah.
Kejujuran nampaknya sudah menjadi barang yang langka dalam era sekarang ini. Namun sudah muncul beberapa sekolah yang mulai memperhatikan masalah tersebut dengan memunculkan pendidikan yang bekarakter dalam kurikulumnya. Penerapan nilai kejujuran memang sangat penting untuk kehidupan dunia akhirat...hehehe. Kita sebagai orang tua mestinya menanamkan nilai kejujuran dengan memberikan teladan terkait dengan kejujuran. Mungkin ada beberapa orang tua yang menyuruh anaknya untuk berbuat jujur namun tindakan mereka mencerminkan sebuah ketidak jujuran. Sebagai contoh ketika anak berbuat jujur orag tua akan memberikan hadiah, namun ketika si anak telah berbuat jujur orang tua justru menunda atu mungkin tidak memberikan hadiah kepadanya. Hal ini dapat membentuk frame berfikir dalam diri anak bahwa berbohong di bolehkan walaupun orang tua menganggap angin lalu peristiwa itu. Kita perlu mengingat kembali bahwa anak-anak memiliki memori yang cukup kuat untuk mengingat dan meniru apa yang ia lihat.
Ada sebuah sekolah yang mencoba menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam setiap kegiatanya, mulai dari hal kecil seperti berbicara dengan orang lain maupun saat ditanya oleh guru tentang segala sesuatu. Penereapan kejujuran juga dalam hal-hal yang penting seperti saat mengerjakan Ulangan, UTS, UAS maupun ujian kelulusan. Sekolah menekankan bahwa biarkan sekolah lain menjadi juara tetapi yang terpenting kita melakukan proses dengan jujur. Ketika kita berbuat jujur sesungguhnya kitalah juaranya!!!. Namun ketika sekolah dihadapkan pada proses penilain dari pihak yang berwenang mereka mulai mempersiapkan semua komponen yang akan dinilai. Mulai dari komponen kepala sekolah, pembiayaan, guru, siswa dan sarana prasarana selama lima tahun terakhir. Setelah di cek komponen-komponen tersebut ternyata banyak komponen yang belum lengkap perangkatnya mulai dari administrasi dan lain sebagainya, terutama untuk tahun-tahun yang lalu. Disaat inilah kejujuran yang menjadi andalan sekolah tersebut di uji, akankah ia mendompleng (memalsu) administrasi yang tahun lalu demi mendapatkan nilai yang memuaskan saat penilain?karena terlanjur menjadi sekolah yang favorit di daerahnya. Atau mereka memberikan apa adanya tanpa harus bermain curang walaupun akan mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan harapan??
”JUARA BUKANLAH SEGALA-GALANYA, AKHLAK MULIA ITU YANG UTAMA”, slogan di salah satu sekolah yang mungkin membuat kita sedikit berfikir atau mungkin mengerutkan dahi. Sekolah yang lebih menitik beratkan kepada pembentukan akhlak dan karakter dalam pendidikannya. Bukan juara secara akademik yang ingin mereka berikan kepada anak didik mereka, tetapi lebih kepada pembentukan akhlak.
Kenapa kita perlu memberikan pendidikan karakter dan akhlak kepada anak didik??
Ingatlah kawan ”pendidikan karakter dan akhlakul karimah adalah orientasi untuk dunia dan akhirat”
No comments:
Post a Comment