Suatu hari sekolah saya ada pertemuan wali kelas ix, dalam rangka penyampaian hasil latihan ujian nasional. Asyik bener hari ini perbincanganya, kebetulan saya sebagai moderatornya. Saya jadi tahu tipe orang tua dan orientasi mereka dalam menyekolahkn anaknya.
Pembukaan dengan basmallah, dilanjut sambutan dari ketua paguyuban oran tua wali.
Diawali dengan katidak puasan (tersirat) dari hasil pencapaian anak-anak yang kurang memuaskan.
Siang itu, salah satu ibu siswa dengan mata memerah dan berkaca-kaca, suara agak sedikit serak seperti oranv menahan tangis menyampaikan perolehan nilai TryOut Ujian Nasional yang diperoleh anaknya ternyata masih jauh dari harapan. " Kalau nilai anak saya seperti ini, dia mau melanjutkan ke sekolah mana?. Masih jauh (nilainya) kalau mau masuk ke SMA favorit di kota kita!". Itulah prioritas seorang ibu menyekolahka anaknya, untuk mendapatkan nilai kognitif yang tinggi agar masuk ke SMA level atas.
Wali murid lain menyambung, " ustadzah, kalau nilai anak kita tertinggi hanya sekian, maka tidak ada yang bisa di terima di SMA unggulan. Karena untuk masuk ke sana grade nya harus lebih tinggi. Bagaimana ini...."
"Hasil try out ini belum memuaska sama sekali, gurunya harus belajar lagi ini", katanya. Si Bapak memberikan saran agar mencarikan guru private untuk anak mereka. Sekaligus merekomendasikan guru-guru private sekaligus tempat dia mengajar. Yang rata-rata memang SMP favorit. "Guru yang saya rekomendasikan guru-guu yang pinter, buka muridnya. Salah satu indikatornya minimal ada 5 murid yang nilainya sempurna (100) dalam ujian" tambah bapak tersebut. Sekolah harus berbenah, harus lebih serius. Orang tua juga harus mendampingi dan mendokan....trus begini, begitu....bla...bla...bla.
Ada seorang wali murid dengan tenang ikut serta menyampaikan sesuatu. Diawalinya dengan ucapan terima kasih kepada Ustadz/zah yang sudah mendampinginya. "Tenang bapak ibu, ini masih nilai tryout. Masih ada waktu, kita perlu memotivasi dan mendampingi mereke tetapi tidak perlu memberikan target yang tinggi. Nilai TryOut seperti ini hanya nominal diatas kertas. Bukan faktor utama untuk mencapai kesuksesan. Dalam benak saya, anak berakhlak mulia, sholatnya tertib serta jujur dalam mengerjakan itu nilainya sudah dia atas 100". Perkataan bapak berbeda pandangan dan standar dengan 2 orang tua diatas. "Menanggapi bapak yang tadi, menurut saya bukan gurunya yang pinter, tapi siswanya yang pandai. Bisa di coba guru-guru yang katanya hebat tadi di minta ngajar di sekolah yang gradenya bawah, apa mungkin dia bisa membuat siswanya mendapatkan nilai sempurna?" Grrrrr..grrr diikuti tawa dan senyum peserta pertemuan wali.
Yach begitulah orang tua murid di sekolah kami, sekolah yang termasuk dalam jaringan Islam Terpadu. Kita akan sering menjumpai dua tipe orang tua tersebut, tipe KOGNITIF DAN AFEKTIF......!!!! Silahkan anda menentukan, tipe orang tua yang manakah anda????.
Pembukaan dengan basmallah, dilanjut sambutan dari ketua paguyuban oran tua wali.
Diawali dengan katidak puasan (tersirat) dari hasil pencapaian anak-anak yang kurang memuaskan.
Siang itu, salah satu ibu siswa dengan mata memerah dan berkaca-kaca, suara agak sedikit serak seperti oranv menahan tangis menyampaikan perolehan nilai TryOut Ujian Nasional yang diperoleh anaknya ternyata masih jauh dari harapan. " Kalau nilai anak saya seperti ini, dia mau melanjutkan ke sekolah mana?. Masih jauh (nilainya) kalau mau masuk ke SMA favorit di kota kita!". Itulah prioritas seorang ibu menyekolahka anaknya, untuk mendapatkan nilai kognitif yang tinggi agar masuk ke SMA level atas.
Wali murid lain menyambung, " ustadzah, kalau nilai anak kita tertinggi hanya sekian, maka tidak ada yang bisa di terima di SMA unggulan. Karena untuk masuk ke sana grade nya harus lebih tinggi. Bagaimana ini...."
"Hasil try out ini belum memuaska sama sekali, gurunya harus belajar lagi ini", katanya. Si Bapak memberikan saran agar mencarikan guru private untuk anak mereka. Sekaligus merekomendasikan guru-guru private sekaligus tempat dia mengajar. Yang rata-rata memang SMP favorit. "Guru yang saya rekomendasikan guru-guu yang pinter, buka muridnya. Salah satu indikatornya minimal ada 5 murid yang nilainya sempurna (100) dalam ujian" tambah bapak tersebut. Sekolah harus berbenah, harus lebih serius. Orang tua juga harus mendampingi dan mendokan....trus begini, begitu....bla...bla...bla.
Ada seorang wali murid dengan tenang ikut serta menyampaikan sesuatu. Diawalinya dengan ucapan terima kasih kepada Ustadz/zah yang sudah mendampinginya. "Tenang bapak ibu, ini masih nilai tryout. Masih ada waktu, kita perlu memotivasi dan mendampingi mereke tetapi tidak perlu memberikan target yang tinggi. Nilai TryOut seperti ini hanya nominal diatas kertas. Bukan faktor utama untuk mencapai kesuksesan. Dalam benak saya, anak berakhlak mulia, sholatnya tertib serta jujur dalam mengerjakan itu nilainya sudah dia atas 100". Perkataan bapak berbeda pandangan dan standar dengan 2 orang tua diatas. "Menanggapi bapak yang tadi, menurut saya bukan gurunya yang pinter, tapi siswanya yang pandai. Bisa di coba guru-guru yang katanya hebat tadi di minta ngajar di sekolah yang gradenya bawah, apa mungkin dia bisa membuat siswanya mendapatkan nilai sempurna?" Grrrrr..grrr diikuti tawa dan senyum peserta pertemuan wali.
Yach begitulah orang tua murid di sekolah kami, sekolah yang termasuk dalam jaringan Islam Terpadu. Kita akan sering menjumpai dua tipe orang tua tersebut, tipe KOGNITIF DAN AFEKTIF......!!!! Silahkan anda menentukan, tipe orang tua yang manakah anda????.
No comments:
Post a Comment