Thursday, February 19, 2015

Home Education Berbasis Potensi dan Akhlak

MERAWAT FITRAH ANAK
Sebuah grup WhatsApps yang saya ikuti, berbicara tentang parenting...
Wajar kini banyak orangtua yang panik. Betapa tidak, ketika sang buah hati diperintahkan untuk shalat, susahnya bukan main. Padahal dipihak lain, saat mereka dilarang untuk berpacaran mereka malah melakukannya. Banyak orangtua yang risau dibuatnya, karena bagaimanapun mereka diperintahkan untuk memelihara diri dan keluargannya adari api neraka. Yang lebih memusingkan, itu justru terjadi ketika upaya “Islalmisasi” rumah dan lingkungan sudah dilakukan optimal. Informasi sudah disaring, kehalalan makanan sudah dijaga, teman-teman mereka telah disortir, sementara media dan sumber informasi negatif sudah disterilisasi. Lalu, apalagi yang salah ?
Mungkin banyak yang lupa, bahwa pada fitrah anak kita telah Allah ilhamkan jalan dosa dan jalan taqwa (QS Asy-Syams : 8). Jika anak tiba-tiba berbohong, padahal sama sekali tak pernah diajarkan berbohong, maka jangan panik karena Allah telah ilhamkan padanya jalan dosa. Jika putri cilik kita tiba-tiba hobby menyarungkan jilbab ke kepalanya padahal tak disuruh, maka berbahagialah karena Allah telah ilhamkan jalan taqwa. Allah ilhamkan kedua jalan itu agar anak bisa memilih. Allah ilhamkan kedua jalan itu agar anak mampu membedakan antara benar dan salah.
Jadi, pendidikan anak itu bagi orangtua Muslim sebenarnya sangat sederhana : memelihara fitrah anak. Ya, karena mereka terlahir dalam fitrah, dan kedua orangtuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi (AlHadits). Perhatikan hadits tersebut ! sama sekali tak ada kalimat yang menyatakan bahwa “kedua orangtuanyalah yeng menjadikan dia Muslim”. Ya, karena fitrah itu dengan sendirinya Muslim, dan tak membutuhkan upaya “Islamisasi fitrah”. Wahai ayahbunda Muslim, gembirakan diri dengan kenyataan ini, karena hati yang senantiasa risau hanya akan melahirkan pendidikan yang tak ramah fitrah.
Ya, pendidikan yang tak ramah fitrah !!! Pendidikan yang tegak di atas kecemasan dan nyaris putus asa seakan-akan Allah telah meninggalkan anak-anak kita. Lalu pendidikan semacam ini akan penuh sesak dengan doktrin dan pemaksaan. Anak dikerangkeng dan dikoridor ketat, sedangkan sterilisasi dilakukan dimana-mana. Anehnya, semua benteng itu lalu jebol di sana-sini. Yang diajarkan shalat malah meninggalkan shalat. Yang menghafal AlQur’an saat kecil kini malas tilawah. Yang pergaulannya dijaga kini malah asyik berpacaran dan hamil di luar nikah. Yang dulu taat beragama kini malah melecehkan agama.
Mana mungkin mereka disterilisasi dari kebathilan, padahal Allah sendiri yang mengajarkan pada mereka jalan dosa ? Mana mungkin mereka tak tertarik pada kemaksiatan, padahal nenek-moyang mereka, Adam as pernah melanggar larangan Allah ? Tapi, mereka juga mustahil tak tertarik pada kebajikan, karena kebajikan itu ada di dalam sanubari merka. Dan tidak masuk akal mereka benci akan kebenaran, padahal kebenaran adalah jatidiri meraka. Sungguh, tugas kita, para orangtua adalah membersihkan kedua jalan itu, agar jalan dosa dan jalan taqwa keduanya berujung di pintu surga.
Sejujurnya, sya tak pernah rewel mengajari agama pada anak-anak saya. Sampai-sampai si Bungsu pernah berkata pada kakak sulungnya : “Kayaknya Abi tak mengajarkan kita agama” (tapi dibantah oleh kakaknya). Wajar, mungkin mereka bahkan tak merasakan bahwa sebenarnya saya mengajarkan mereka agama, namun sangat halus. Kalau toh kini mereka menjadi pemuda-pemudi yang tumbuh dalam ketaatan pada Allah. Itu k karena saya “hanya” mengajarkan tiga hal pada mereka :
“Aku ridha pada Allah sebagai rabbku... dan pada Islam sebagai agamaku... dan pada Muhammad SAW sebagai nabi dan rasulku...”

No comments:

Post a Comment

Hamzah bergaya dengan burung hantu