silahkan pilih...!!!! |
Saya memiliki beberapa teman yang menjadi guru di sebuah sekolah dasar
swasta. Di akhir tahun ajaran 2011-2012 ada sesuatu yang terjadi di sekolah
tersebut, banyak teman gurunya yang mengundurkan diri karena berbagai alasan.
Padahal mereka sudah lama berjuang di SD tersebut, ada yang tiga tahun, dua
tahun namun ada yang baru satu tahun bergabung. Mereka memiliki alasan
masing-masing untuk meninggalkan sekolah tersebut. Berbagai alasan yang
dikemukakan ada yang bersifat internal dari diri sendiri maupun eksternal.
Banyak yang merasa kehilangan dengan pengunduran diri mereka, karena mereka
menempati lini yang cukup vital dalam sekolah tersebut, mulai dari bidang
keagamaan, tim sukses UN bahkan sampai pada bagian kebersihan yang sangat
berjasa. Ternyata keluar masuk nya guru dalam tahun ajaran merupakan hal yang
wajar di sekolah tersebut.
Hidup adalah pilihan, mereka telah
memilih jalan hidup mereka dengan tidak bergabung lagi dengan sekolah tersebut.
Seperti peryataan pengurus yayasan sekolah tersebut “HIDUP ADALAH PILIHAN”.
Hanya itu yang dikatakan oleh pengurus menanggapi pengunduran diri beberapa guru dari
sekolah yang berada di bawah kepengurusannya. Ironis memang, tapi inilah
kehidupan pasti kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan. Dalam hal
apapun…!!!!.
Dalam kasus sekolah tersebut ada
sedikit pertanyaan yang terbesit dalam
pikiran saya, “kenapa para guru yang sudah lama mengabdi di SD tersebut lebih
memilih meninggalkan SD daripada masih tetap bertahan dalam lingkungan SD
tersebut?” dengan kata lain “Ada apa dengan kita, sehingga kita tidak menjadi
pilihan bagi mereka?”. Idealnya sebuah lembaga ketika selalu ada bongkar pasang
personil harusnya mengintropeksi diri, apa yang salah dengan lembaga saya? Apa
yang salah dengan gaya kepemimpinan saya? Apa yang salah dengan cara saya
berkomunikasi dengan bawahan? Dan apa yang salah…apa yang salah dan apa yang
salah….???. Ketika sudah ketemu jawaban dari “apa yang salah” maka pertanyaan sebaiknya
dilanjutkan dengan “bagaimana untuk” memperbaiki kesalahan tersebut?.
Kata-kata “hidup adalah pilihan”
dalam kasus diatas saya merasa kurang pas, karena terasa seakan kita kurang
menghargai kinerja mereka. Sebagai contoh ketika kita bertamu kesalah satu
rumah teman kita dan ketika kita hendak pamit kemudian teman kita bilang
silahkan “hidup adalah pilihan”. Terserah kamu mau pulang atau masih tetap
berada disini, hidup adalah pilihan…!!!. Kita mungkin akan merasa aneh dengan
hal tersebut dan merasa teman kita terbebani dan tidak senang saat kita hadir
di rumahnya. Mungkin juga mereka merasa bahagia dengan kepergian kita dari
hadapannya. Lain halnya dengan bertanya, “kenapa kok tergesa-gesa?” walaupun
kita akan benar-benar pulang saat itu, teteapi kita merasa seperti diinginkan untuk
tetap tinggal, kita merasa seperti teman kita senang ketika bertemu dengan kita, kita merasa
seperti orang yang penting buat dia. Dan kitapun dapat pergi dengan perasaan
yang nyaman dan tidak ada beban serta lulka hati yang terringgal..!!!
Kembali
masalah “pilihan” jadikan kita menjadi orang yang “terpilih”. Di daerah
Surakarta ada sebuah warung makan yang namanya “Soto Sawah”, warung ini sangat
sederhana dan bangunanya jauh dari kata mewah. Tempatnya pun berada di
pinggiran kota, akan tetapi banyak sekali pelanggan dengan mengendarai mobil
bagus yang mampir ke warung tersebut. Tentunya kalau hanya soto di kota solo
juga banyak, yang menjadi pertanyaan mengapa mereka “memilih” makan di warung
tersebut?. Pastinya dia memiliki kelebihan tersendiri dibanding dengan warung
soto yang lain.
Sekarang
bagaimana kita meningkatkan segala kualitas dalam segala bidang yang kita
miliki untuk menjadikan kita menjadi orang yang “terpilih”. Berikut beberapa
hal yang pelu diperhatikan agar kita menjadi individu maupun lembaga yang
“terpillih”.
-
Komunikasi
Komunikasi sangat diperlukan dalam membina
hubungan dengan siapapun. Karena dengan komunikasi yang baik akan menghasilkan
sesuatu yang baik pula. Dalam sebuah lembaga jika komunikasi antara pemimpin
dan bawahan tidak berjalan dengan baik pasti akan terjadi kekacauan minimal
pransangka buruk yang sebenarnya harus kita hindari. Komunikasi tidak hanya
dalam kemampuan berbicara semata, namun ada keahlian yang banyak dilupakan dan
sebenarnya sangat penting dalam komunikasi yaitu kemampuan untuk mendengarkan.
Itulah kenapa Alloh menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Banyak
masalah yang timbul karena kesalah pahaman, banyak kesalah pahaman yang timbul
karena lemahnya komunikasi.
-
Menghargai
Siapapun orangnya pasti ingin sekali dihargai.
Menghargai orang lain merupakan salah satu inventasi kita untuk mendapatkan
banyak teman dan saudara. Ada salah satu murid saya yang akan pentas dalam
acara akhirusanah kelas 6. Waktu itu dia akan pentas pidato bahasa Jawa, dia
sudah jerih payah mengahafalkan teks pidato dan sudah dipraktekan di depan guru
pembimgbingnya. Saat gladi resik acara wisuda, tiba giliran dia untuk pentas.
Selesai pentas ada salah satu guru yang mengomentari, “Gerakannya mana?pidato kok nggak ada ekspresinya. Ngomongnya yang
keras. Siapa sich yang ngajari?”. Si
anak hanya melihat ke salah satu guru tersebut dan terlihat malu. Selain itu
juga merasa jerih payahnya selama ini tidak dihargai sama sekali. Setelah turun
dari panggung anak tersebut menangis dan menceritakan kejadian tersebut kepada
guru pembimbingnya.
Kita sering kurang bisa menghargai jerih payah
orang lain. Padahal dengan menghargai hasil kerja sekecil apapun dari teman,
saudara bahkan anak-anak kita hal itu akan menumbuhkan rasa saling memiliki dan
membuat orang-orang di sekitar kita “memilih” untuk bersama dengan kita.
-
Memberikan
kepercayaan
Apa yang anda rasakan ketika mengerjakan
sesuatu tetapi tidak diberi kepercayaan oleh atasan anda?. Kisah seorang
pengantar roti yang diberikan kepercayaan penuh oleh majikannya untuk
mengantarkan roti kepada pelanggan. Bedakan dua majikan kepada pelayannya.
Majikan pertama, “Pelayan, tolong
kirimkan roti ini kepada Tuan XX. Saya
yakin kamu akan mampu mengirimkan roti ini kepadanya dengan jujur”. Majikan
kedua, “Pelayan, kirimkan roti ini kepada
Tuan XX, Kamu harus hati-hati jangan sampai kamu mengurangi jumlah roti yang
ada dalam kardus ini. Aku sudah menghitung jumlahnya dengan teliti. Jangan
sampai kamu macam-macam!!”
Jika anda menjadi pelayan, anda akan memilih
majikan yang mana? Yang pertama dengan kepercayaan penuh atau majikan kedua
yang selalu mencurigai anda?. Berilah kepercayaan kepada orang lain untuk
menyelesaikan tugasnya, karena itu akan membuatnya bekerja lebih giat dan
dengan hati yang gembira. Karena hasil dari pekerjaan tergantung dengan suasana
hati.
-
Saling
memiliki “kita”
Utamakan “kita” bukan “aku”. Dalam sebuah
lembaga kita perlu saling memiliki, paling tidak kita bisa merasakan apa yang
dirasakan oleh teman, sahabat dan saudara kita. Saat kuliah dulu saya memiliki
pengalaman tentang “kita”. Saat itu kami bertakziyah ke salah satu kakaek teman
kami yang tempatnya cukup jauh sekitar 25-30 km dari kost kami. Semua berjalan
lancar sampai akhirnya kami pulang, disaat pulang kebetulan saya dan salah satu
teman saya menaiki vepa. Jelas secara kecepatan kalah dibandingkan dengan sepeda
motor teman yang lain karena mesinnya masih muda. Mereka melaju lebih kencang
dan lebih awal.
Tiba-tiba Vespa saya berhenti dan tidak bisa
jalan saya masih ingat karena “seker” pecah. Padahal teman-teman sudah jauh di
depan saya, kucoba untuk telephon namun tak diangkat. Sampai akhirnya mereka
sampai di kost kostan terus telephon saya. “Awakmu no ngendi brow? [kamu
dimana?]”.” Vespaku ngancing ra gelem urip, ki lagi sekilo soko omah. Piye iki
penake? Iso njipuk aku pora?” sya bilang seperti itu. “Yo, tunggunen ki tak
parani karo Gundul!” ujar teman saya. Setelah beberapa saat mereka datang
sambil tersenyum dan mengen jek, “Balung tuo ki ojo dipekso [tulang udah tua
jangan dipaksa]…hehehe”. Mereka sambil tertawa walaupun sesa,pai di kost
langsung balik lagi untuk menjemput kami, kemudian menarik Vespa tuaku dengan
kain bekas spanduk. Pengalaman yang saya anggap cukup mewakili bahwa saya tidak
salah “memilih” mereka menjadi teman.
Beberapa tahun berlalu saya meminemukan sebuah
pengalaman yang berbanding terbalik dengan kejadian tersbut diatas. Waktu itu
saya berangkat kesekolah dengan Vespa tercinta, sampai pada tengah jalan saya
mengalami masalah dengan Si Vespa [macet]. Saya mencoba memperbaiki namun
terrnyata rusaknya cukup parah. Saya bermaksud menelphon teman guru saya untuk
menjemput dan menarik vespa untuk dibawa ke bengkel langganan saya. Teman saya
bilang, “Ya, tunggu saja. Aku tak ijin kepala sekolah dulu”. Setelah berapa
saat ternyata kepala sekolah tidak mengijinkan teman saya untuk menjemput saya.
Saya disuruh naik bis ke sekolah. Padahal seandainya diijinkan, waktu yang
dibutuhkan tidak mengganggu proses belajar dan mengajar. Yach, itulah sedikit
pengalaman dalam diri saya yang menunjukkan bagaimana kita bisa membedakan
orang yang berada di sekita kita yang benar-benar menjadi “KITA” dan [bukan]
“AKU”.
Anda
akan merasa ini hanya “o[s]ong ko[m]ong” jika anda belum menjadi pribadi atau
lembaga yang terpilih. Maka saran saya perbanyaklah evaluasi diri, setelah itu
rubahlah diri anda menjadi orang yang “terpilih”. Jika anda memililki sebuah
lembaga dan lembaga anda menjadi [bukan] “pilihan” [lagi] oleh bawahan anda
maka saran saya seperti saran yang diatas. Jika yayasan anda ditinggalkan oleh
beberapa orang yang menguasai bidang-bidang penting maka saran saya adalah sama
dengan saran yang diatas dan atasnya lagi….hehehe. Ini Hanya celoteh orang yang
merasa belum mampu menjadi orang “terpilih” bagii teman, sahabat murid dan
saudaranya..Hidup adalah pilihan, jika kita, lembaga kita maupun yayasan kita
menjadi “bukan pilihan” maka pasti ada yang salah dengan kita…maka EVALUASI dsan RUBAHLAH DIRI KITA
menjadi YANG DIPILIH!
No comments:
Post a Comment