nasi pecel Mbah Citro...bergaransi..!!! |
Teringat pada sebuah
kejadian di masa kuliah dulu, disalah satu Sekolah Tinggi Agama Inysa Allah
Negeri di Surakarta. Saya dan teman-teman jika hendak makan ada sebuah warung
lengganan kami, warung Mbah Citro yang menyediakan berbagai menu masakan mulai
dari pecel, soto, gudeg dan masih banyak lagi. Kami sudah akrab dengan penjual
yang bernama mbah Citro, sering saya dan teman-teman bercanda bersama. Mbah
Citro pun suka menghabiskan waktu dengan bercerita keadaan masa lalu, saya suka
mendengarkannya walaupun hanya menghabiskan uang 5-6 ribu tapi kami bisa satu
jam berada di warung untuk bercerita dan bercanda bareng. Bahkan ketika lebaranpun
kami berkunjung ke rumah beliau. Seperti kebanyakan orang tua, mbah Citro suka
menyibukkan diri dengan aktivitas agar tidak merasa kesepian. Dengan kulitnya
yang sudah keriput dan rambutnya yang sudah memutih beliau tetap semangat dalam
bekerja.
Suatu pagi seperti biasa kami
mencari sarapan ke warung Mbah Citro, sampai disana saya langsung pesan
makanan, ”mbah, kulo nyuwun sego pecel
kalih wedang jeruk?”. “Mbeto telur
mboten?”, tanya mbah Citro. “Mboten riyen
mbah, nembe sepii..hehehe”, jawabku sekenanya. Setelah siap kami makan
dengan nyantai, tidak lupa berdo’a biar disayang sama Allah…hehehe. Selesai
makan kami tidak langsung pulang karena masih ada hidangan penutup yang pelu
kami habiskan, sebatang Djarum Super filter….hehehe. Ditengah-tengah menghisap
sebatang permen api [rokok] tiba-tiba
anak dan cucu Mbah Citro datang ke warung bersama dengan baby sisternya.
Ternyata anaknya mau pamitan hendak berangkat kerja, “mbah kula pamit riyen nggih”, kata anaknya. “iya nduk, ati-ati neng ndalan”, pesan Mbah Citro. Kemudian putri dari
Mbah Citro pamitan juga kepada anaknya,
“mama, berangkat dulu yach? Kamu ma mbok sum dulu”, kata ibunya sambil
mencium anaknya. Akhirnya Putri Mbah Citro berangkat bekerja.
Setelah putrinya berlalu
kemudian mbah Citro berkata seraya menasehati kami, ”suk yen wis nduwe putra diajari basa jawa ae mas, ketok luwih sopan”.
Saya terus bertanya, “lha pripun tho
mbah?”. “bahasa jawa ki basane awake
dewe, luwih sopan yen ngomong nganggo basa krama alus tinimbang bahasa
Indonesia”, lanjut mbah Citro. Saya dan teman saya hanya menjawab, “nggih mbahhhh….”. Waktu itu saya
menganggap itu sebuah omongan biasa dari beliau. Selang beberapa hari saya
melihat seorang anak SD mungkin saat itu masih kelas 1 atau 2 berbicara kepada
ibu nya, “ndang tho buk aku njaluk duite
tak nggo tuku es”. Ternyata benar tidak enak di dengar karena bahasa
tersebut layaknya digunakan dengan teman sebaya bukan dengan orang yang lebih
tua. Dalam bahasa jawa kita mengenal beberapa tingkatan boso [bahasa], ada ngoko,
ngoko alus, krama dan krama inggil. Semua itu diciptakan oleh….oleh siapa
yach???saya juga nggak tu, yang jelas oleh “sang penemu” ternyata memiliki
nilai kesopanan yang luar biasa. Menunjukkan cara bersikap dan bertutur kata
kepada orang yang lebih muda, teman sebaya maupun yang lebih tua.
Sekarang saya berkecimpung dalam
dunia pendidikan dengan menjadi seorang guru di sebuah Sekolah Dasar. Kebetulan
sekolah saya berada lingkungan kota kabupaten, banyak anak orang kaya,
pengusaha, pejabat pemerintah dan para pebisnis. Mungkin saya baru menyadari
kenapa Mbah Citro dulu berpesan seperti itu, saya menjumpai anak didik saya
tidak bisa berbahasa yang “sopan” dengan guru dan orang yang lebih tua ketika
menggunakan bahasa Jawa. Mereka kebanyakan banyak yang tidak faham ketika saya
menggunakan bahasa Krama Inggil.
Ajarkan anakmu bahasa jawa!!! Ketika anak di tanya, “mpun maem le..?”, akan sangat tidak sopan jika menjawab “wes..!!”. Ajarkan anak kita dengan
bahasa jawa agar mereka bisa membedakan dalam bergaul dengan teman sebaya dan
kepada orang tua. Ada pepatah jawa ajining diri gumantung ana ing lati [nilai/kehormatan seseoranag tergantung
bagaimana ia menggunkan lisannya]. Jika kita tidak menghormati orang lain
bagaimana kita bisa dihormati orang lain?. Kalau kita tidak bisa berbicara yang
sopan kepada orang lain bagaimana mungkin orang lain mau berkata-kata sopan
kepada kita?. Walaupun hanya sekedar berbicara, ternyata memiliki nilai yang
sangat besar kepada nilai/kehormatan kita. Jika kita selalu bercanda, mungkin
orang lain akan meremehkan kita karena kewibawaan kita akan berkurang.
Sekali lagi bahasa jawa sebenarnya mengajarkan kita bagaimana untuk
menjaga kewibawaan kita. Sebagai contoh ketika kita berbicara dengan orang yang lebih muda kita menggunakan Basa Ngoko,
hal ini menandakan kita lebih tua dan layak untuk dihormati tetapi harus
mengasihi dan menyayangi yang lebih muda. Sebaliknya ketika kita berbicara
dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama, hal tersebut bertujuan
agar kita tahu bahwa kita sebagai orang yang lebih muda harus menghormati orang
yang lebih tua. Paling tidak itulah hikmah yang saya ambil dari tingkatan dalam
bahasa Jawa.
Kalau bukan kita siapa lagi yang akan mengajarkan anak kita?. Orang yang
paling depan dalam memikul tanggung jawab ini adalah kita sebagai orang tua.
Mereka tidak bisa berbahasa jawa dengan halus karena kita tidak membiasakan
mereka untuk berbahasa jawa dengan baik. Seandainya mereka sering mendengar dan
kita ingatkan ketika salah dalam menggunakan bahasa yang tepat maka Insya Allah
anak kita akan mampu menggunkan bahasa yang tepat untuk orang yang tepat pula.
Sehingga mereka akan mengetahui bagaimana bersikap kepada sesama.
Kenapa harus bahasa Jawa?. Karena kita orang
jawa maka selayaknya kita mengikuti kebudayaan jawa khususnya yang tidak
bertentangan dengan Syariat Islam. Salah satunya adalah culture dalam berbicara
dan bersikap. Banyak ornamen jawa yang memberikan isyarat atau sebagai simbul
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya adalah pakaian adat Jawa yang memberikan banyak makna. Mari kita ajari anak kita berbahasa Jawa...!!!!
No comments:
Post a Comment