Wednesday, May 16, 2012

Mbah Citro [penjual sarapan]...Kenapa harus berbahasa Jawa????


nasi pecel Mbah Citro...bergaransi..!!!

                Teringat pada sebuah kejadian di masa kuliah dulu, disalah satu Sekolah Tinggi Agama Inysa Allah Negeri di Surakarta. Saya dan teman-teman jika hendak makan ada sebuah warung lengganan kami, warung Mbah Citro yang menyediakan berbagai menu masakan mulai dari pecel, soto, gudeg dan masih banyak lagi. Kami sudah akrab dengan penjual yang bernama mbah Citro, sering saya dan teman-teman bercanda bersama. Mbah Citro pun suka menghabiskan waktu dengan bercerita keadaan masa lalu, saya suka mendengarkannya walaupun hanya menghabiskan uang 5-6 ribu tapi kami bisa satu jam berada di warung untuk bercerita dan bercanda bareng. Bahkan ketika lebaranpun kami berkunjung ke rumah beliau. Seperti kebanyakan orang tua, mbah Citro suka menyibukkan diri dengan aktivitas agar tidak merasa kesepian. Dengan kulitnya yang sudah keriput dan rambutnya yang sudah memutih beliau tetap semangat dalam bekerja.
                Suatu pagi seperti biasa kami mencari sarapan ke warung Mbah Citro, sampai disana saya langsung pesan makanan, ”mbah, kulo nyuwun sego pecel kalih wedang jeruk?”. “Mbeto telur mboten?”, tanya mbah Citro. “Mboten riyen mbah, nembe sepii..hehehe”, jawabku sekenanya. Setelah siap kami makan dengan nyantai, tidak lupa berdo’a biar disayang sama Allah…hehehe. Selesai makan kami tidak langsung pulang karena masih ada hidangan penutup yang pelu kami habiskan, sebatang Djarum Super filter….hehehe. Ditengah-tengah menghisap sebatang permen api [rokok] tiba-tiba anak dan cucu Mbah Citro datang ke warung bersama dengan baby sisternya. Ternyata anaknya mau pamitan hendak berangkat kerja, “mbah kula pamit riyen nggih”, kata anaknya. “iya nduk, ati-ati neng ndalan”, pesan Mbah Citro. Kemudian putri dari Mbah Citro pamitan juga kepada anaknya, “mama, berangkat dulu yach? Kamu ma mbok sum dulu”, kata ibunya sambil mencium anaknya. Akhirnya Putri Mbah Citro berangkat bekerja.
                Setelah putrinya berlalu kemudian mbah Citro berkata seraya menasehati kami, ”suk yen wis nduwe putra diajari basa jawa ae mas, ketok luwih sopan”. Saya terus bertanya, “lha pripun tho mbah?”. “bahasa jawa ki basane awake dewe, luwih sopan yen ngomong nganggo basa krama alus tinimbang bahasa Indonesia”, lanjut mbah Citro. Saya dan teman saya hanya menjawab, “nggih mbahhhh….”. Waktu itu saya menganggap itu sebuah omongan biasa dari beliau. Selang beberapa hari saya melihat seorang anak SD mungkin saat itu masih kelas 1 atau 2 berbicara kepada ibu nya, “ndang tho buk aku njaluk duite tak nggo tuku es”. Ternyata benar tidak enak di dengar karena bahasa tersebut layaknya digunakan dengan teman sebaya bukan dengan orang yang lebih tua. Dalam bahasa jawa kita mengenal beberapa tingkatan boso [bahasa], ada ngoko, ngoko alus, krama dan krama inggil. Semua itu diciptakan oleh….oleh siapa yach???saya juga nggak tu, yang jelas oleh “sang penemu” ternyata memiliki nilai kesopanan yang luar biasa. Menunjukkan cara bersikap dan bertutur kata kepada orang yang lebih muda, teman sebaya maupun yang lebih tua.
                Sekarang saya berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan menjadi seorang guru di sebuah Sekolah Dasar. Kebetulan sekolah saya berada lingkungan kota kabupaten, banyak anak orang kaya, pengusaha, pejabat pemerintah dan para pebisnis. Mungkin saya baru menyadari kenapa Mbah Citro dulu berpesan seperti itu, saya menjumpai anak didik saya tidak bisa berbahasa yang “sopan” dengan guru dan orang yang lebih tua ketika menggunakan bahasa Jawa. Mereka kebanyakan banyak yang tidak faham ketika saya menggunakan bahasa Krama Inggil.
 Ajarkan anakmu bahasa jawa!!! Ketika anak di tanya, “mpun maem le..?”, akan sangat tidak sopan jika menjawab “wes..!!”. Ajarkan anak kita dengan bahasa jawa agar mereka bisa membedakan dalam bergaul dengan teman sebaya dan kepada orang tua. Ada pepatah jawa ajining diri gumantung ana ing lati [nilai/kehormatan seseoranag tergantung bagaimana ia menggunkan lisannya]. Jika kita tidak menghormati orang lain bagaimana kita bisa dihormati orang lain?. Kalau kita tidak bisa berbicara yang sopan kepada orang lain bagaimana mungkin orang lain mau berkata-kata sopan kepada kita?. Walaupun hanya sekedar berbicara, ternyata memiliki nilai yang sangat besar kepada nilai/kehormatan kita. Jika kita selalu bercanda, mungkin orang lain akan meremehkan kita karena kewibawaan kita akan berkurang.
Sekali lagi bahasa jawa sebenarnya mengajarkan kita bagaimana untuk menjaga kewibawaan kita. Sebagai contoh ketika kita berbicara dengan orang  yang lebih muda kita menggunakan Basa Ngoko, hal ini menandakan kita lebih tua dan layak untuk dihormati tetapi harus mengasihi dan menyayangi yang lebih muda. Sebaliknya ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama, hal tersebut bertujuan agar kita tahu bahwa kita sebagai orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua. Paling tidak itulah hikmah yang saya ambil dari tingkatan dalam bahasa Jawa.
Kalau bukan kita siapa lagi yang akan mengajarkan anak kita?. Orang yang paling depan dalam memikul tanggung jawab ini adalah kita sebagai orang tua. Mereka tidak bisa berbahasa jawa dengan halus karena kita tidak membiasakan mereka untuk berbahasa jawa dengan baik. Seandainya mereka sering mendengar dan kita ingatkan ketika salah dalam menggunakan bahasa yang tepat maka Insya Allah anak kita akan mampu menggunkan bahasa yang tepat untuk orang yang tepat pula. Sehingga mereka akan mengetahui bagaimana bersikap kepada sesama.
Kenapa harus bahasa Jawa?. Karena kita orang jawa maka selayaknya kita mengikuti kebudayaan jawa khususnya yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Salah satunya adalah culture dalam berbicara dan bersikap. Banyak ornamen jawa yang memberikan isyarat atau sebagai simbul dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya adalah pakaian adat Jawa yang memberikan banyak makna. Mari kita ajari anak kita berbahasa Jawa...!!!!

No comments:

Post a Comment

Hamzah bergaya dengan burung hantu