Monday, June 25, 2012

Pantas [kah/kan] Kita Menjadi Guru?!


    Saya bekerja di sebuah SDIT yang guru-gurunya dipanggil dengan Ustadz/zah...saya memiliki seorang teman yang beinisial JeWe. Beliau masuk ke SD di pertengahan tahun ajaran, namun diakhir tahun beliau harus meninggalkan kami untuk berjuang di SD kami. Kami mengobrol panjang lebar tentang alasan kenpa beliau memilih untuk keluar dari sekolah. Yang pertama karena pertimbangan keluarga yang sudah mendukung keputusan yang diambilnya. Kemudian kenyamanan ditempat kerja yang tidak sesuai dengan hatinya, bukan karena tidak nyaman suasana tetapi karena karakternya yang berbeda dengan aturan yang diterapkan di SD
  Akan tetapi alasan yang membuat saya ter"instropeksi" adalah ketika dia merasa beban dengan statusnya yang saat ini. Kenapa? dia merasa belum pantas untuk di panggil sebagai seorang ustad. Apalagi dia mengalami sebuah kejadian yang dianggapnya sebagai cambuk tentang sebutannya sebagi seorang "ustadz" dalam hal ini adalah seorang guru. Suatu pagi di hari minggu JeWe datang ke Car Free Day di alun-alun dengan naik sepeda ontel tua [beliau adalah seorang member salah satu komunitas sepeda tua] dengan memakai pakaian tempo doeloe lengkap dengan aksesoaris dan celana pendek. Kemudian ada anak yang mengatakan, "Ustadz nggak sholih pake celana pendek....!!!!". JeWe hanya bisa termenung dan tanpa disadari kata-kata dari salah satu muridnya itu betul-betul menjadi cambuk yang mencambuk hatinya. Kemudian ia berfikir ulang, intropeksi dan melihat sisi positif dan negatif yang ada pada dirinya. Akhirnya sampailah pada kesimpulan dan pertanyaan dalam hati, "PANTASKAH AKU MENJADI GURU?"
   Sebuah perpisahan yang memberikan saya sarana untuk inspirasi dan sekaligus mencambukkan cambuknya kepada saya secara tidak langsung. Kemudian saya intropeksi diri dengan keadaan saya sebagai seorang guru. Ternyata masih banyak sekali hal-hal yang perlu saya perbaiki agar "pantas" menjadi seorang guru. Kemudian saya mencoba menjawab menjawab "Pantas_kah kita menjadi guru?" dengan sebuah kata "Pantas_kan kita menjadi seorang guru!". Seandainya kita merasa belum pantas dan sebaiknya kita merasa seperti itu maka kita harus memperbaiki diri kita agar menjadi benar-benar pantas menjadi seorang guru. Karena sebagai seorang guru idealnya kita selalu upgrade kemampuan kita agar tidak tertinggal dengan pengetahuan anak yang sangat cepat mengikuti terutama perkembangan dalam bidang teknologi.
     Kita tahu keadaan akhlak kita dewasa ini, begitu banyak dekadensi moral yang terjadi di lingkungan masyarakat, tidak hanya di lingkungan perkotaan bahkan sudah sampai masuk ke lingkungan pedesaan. Tidak hanya terjangkit pada remaja namun juga terjadi pada anak-anak. Bahkan sekarang secara sadar maupun tidak sadar anak-anak sudah diserang dengan berbagai lagu dewasa...serangan lagu dewasa memang telah meneror anak-anak walaupun kita tidak sadar bahwa anak kita telah diteror.
    Yang jelas kita perlu membuat diri kita "pantas" untuk menjadi guru. Bagaimana sich guru yang baik?? Untuk lebih lanjut anda bisa klik di sini.


Thursday, June 21, 2012

Hamzah mandi 3 kali sehari_[tematik SD]



Anak anda kelas 2 SD? Pernah mendapatkan soal seperti ini? Kamu mandi sehari berapa kali?. Jawaban yang di betulkan pasti 2 kali. Karena kebanyakan orang mandi sehari cuman dua kali, pagi dan sore hari. Seandainya ada siswa yang menjawab mandi sehari tiga kali apakah akan dibetulkan oleh guru? Saya pikir dan saya rasa tidak….!!! Walaupun si anak tadi mandi sehari 3 kali, tetep aja salah…karena kunci jawabanya 2 kali…hehehee.
                Sedikit cerita tentang si Hamzah [anak pertama kami], kami menitipkan dia pada pengasuh yang tidak jauh dari rumah kami. Setiap siang hari hamzah dimandikan oleh pengasuh kami, biar seger katanya. Suatu sore neneknya si Hamzah mau memandikan dia sambil berkata, “suk yen njawab soal salah no lee…mandi sehari berapa kali? Hamzah njawabe 3 kali…hehehe”. Saya yang waktu itu mendengar apa yang dikatakan simbahnya Si Hamzah hanya tersenyum dan mengangguk-angguk saja. Saya berpikir itu hanyalah gojekan biasa antara nenek dan cucunya.
                Saya mencoba menghubungkan kejadian diatas dengan pendidikan di Indonesia, nggak…nggak..terlalu luas kalau areanya Indonesia. Saya ingin menghubungkan dengan pola pendidikan terhadapa anak kita dalam keluarga. Setiap anak pasti memiliki cara berfikir dan pendapat yang berbeda dengan orang dewasa. Celakanya sering orang tua memperlakukan mereka layaknya orang yang sudah dewasa. Orang tua jarang memberikan kebebasan anak untuk berekspresi, mau ini dilarang mau itu jangannnn…!!!!. Pe er untuk diri saya sendiri agar memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dan ada batasalanya kepada si Hamzah kecil…!!!
                Saya juga menemui sebuah kasus pada anak didik saya yang berada di kelas 2. Ada sebuah pertanyaan saat UKK di pelajaran IPS, “meja yang kotor dibersihkan dengan …..”. Kunci jawaban nya adalah “Kemoceng”. Sedangkan anak didik saya menjawab dengan “kain lap”, karena tidak sesuai dengan kunci jawaban maka jawaban anak didik saya tersebut disalahkan oleh guru yang mengampu pelajaran tersebut.
Padahal bisa jadi ia menjawab begitu karena dia memiliki pengalaman atau pernah melihat seseorang yang membersihkan dengan kain lap. Mungkin ketika ia diajak ayah atau ibunya makan di warung makan atau kedai mie ayam, ia melihat pelayannya membersihkan meja dengan kain lap, bukan dengan kemoceng.
                Begitulah gambaran sedikit pendidikan di Indonesia yang dilakukan oleh sebagian “oknum” guru yang sangat berjasa dalam perkembangan Indonesia. Snaagt diayangkan jika pemahaman dan pengalaman anak harus dibatasi dengan kotak yang berupa “kunci jawaban” yang sudah paten dan terkesan kurang menghargai pengalaman yang dimiliki oleh anak. Mari kita berusaha memberikan yang terbaik kepada anak kita dengan menghargai pengalaman yang pernah dialaminya. Jangan jadikan anak kita katak dalam tempurung, biarkan mereka menjadi burung yang bisa terbang dengan bebas atau ikan “cakalang” yang berenang bebas di lautan.…hehehe…cakalang????

Hamzah bergaya dengan burung hantu